100
HAK PATEN UNTUK INOVASI EMILY COLE.
Oleh:
Jum’an
Dari semua limbah gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia
- industri, pertanian, pembangkit listrik, transportasi - karbon dioksida
adalah yang terbesar dan merupakan biang pemanasan global. Menurut EPA,
CO2 merupakan 76% dari emisi gas rumah kaca global pertahun. CO2 adalah gas
yang secara kimia lembam, sangat sulit untuk bereaksi. Seandainya kita
mengeluarkan hydrogen yang berlimpah, secara alamiah (tanpa biaya) ia akan bereaksi
dengan unsur-unsur disekitarnya dan tak ada hidrogen bebas mengambang di udara.
Karbon monoksida (CO) juga sangat reaktif – karena itu knalpot mobil masa kini dilengkapi
alat pengubah CO yang beracun menjadi CO2.
Kebanyakan teknologi yang digunakan saat ini untuk
merubah CO2 berbasis biologi -menggunakan kemampuan dari tanaman seperti
ganggang dan mikroba, atau teknologi yg lebih khas menggunakan CO2, air dan
sinar matahari untuk menghasilkan senyawa alkena dan alcohol secara langsung .
Mereka bekerja keras untuk membuat terobosan guna mengatasi gas CO2.
Kendalanya, hasilnya terlalu kecil dan membutuhkan areal yang terlalu luas
sehingga menghadapkan perusahaan pada kebutuhan yang kompleks. Jadi gas CO2
baik diasingkan (diinjeksikan ke dalam formasi batuan bawah tanah) maupun didayagunakan
sama sulitnya. Injeksi kebawah tanah tidak paraktis dan tak terjangkau, dirubah
sulit karena tingkat reaktivitas CO2 terlalu rendah untuk membuat teknologi
konversi yang layak.
Pada tahun 2009 penelitian oleh Emily Cole, PhD kimia
dari Universitas Princeton, menemukan proses untuk merubah CO2 manjadi
bahan-bahan yang berguna. Ia mereakasikan gas CO2 dengan gas hydrogen dari air
menjadi Mono Ethylene Glycol (MEG) yang merupakan bahan baku pembuatan botol
dan bahan-bahan plastik lainnya dan dapat untuk memproduksi lebih dari 60 jenis
bahan kimia lain termasuk Propylene,
Isopropanol, Methyl-Methacrylate dan Asam Asetat. Proses ini merupakan reaksi elektrokimia menggunakan
elektrode dan katalisator serta energi rendah. Dengan memodifikasi formula
katalisatornya, reaksi ini dapat menghasilkan berbagai bahan kimia multi-karbon
yang penting secara komersial. Teknologi ini secara logistik sederhana dan berbiaya
rendah – semua komponennya langsung diperoleh dan digunakan di tempat. Inovasi konversi CO2
temuan Emily Cole ini dilindungi dengan lebih dari 100 paten dan aplikasi, mencakup
berbagai bahan kimia seperti diatas yang semua sudah mempunyai pasar tersendiri.
Investor yang mendanai Liquid Light Inc. (perusahaan
yang didirikan oleh Emily Cole dkk), termasuk VantagePoint
Capital Partners, BP
Ventures, Chrysalix Energi Venture
Capital, dan Osage
University Partners. Liquid Lights juga mengadopsi teknologi De Nora dari Italia, perusahaan terkemuka
dalam pengadaan katalisator dan elektrode modern untuk proses elektrokimia untuk
mempercepat waktu memasuki pasar dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.
Coca Cola juga bermitra dengan
Liquid Light untuk membantu mempercepat komersialisasi inovasi teknologi Emily
Cole ini. Teknologi ini sangat relevan untuk Coca-Cola karena akan sangat mengurangi
biaya pembotolan produk mereka.
Emily Cole, tokoh kunci inovasi ini mendapat penghargaan
sebagai Inovator dibawah usia 35 tahun dari Institut Teknologi Massachusetts
(MIT). Penghargaan ini diberikan kepada para teknolog yang sangat berbakat yang
karyanya berpotensi besar untuk merubah dunia. Emily diakui untuk pencapaiannya
dalam mengembangkan cara yang praktis dan ekonomis untuk merubah karbon
dioksida, gas rumah kaca, menjadi bahan kimia utama, seperti barang keperluan
sehari-hari seperti botol plastik, karpet, pakaian polyester dll, yang sampai sekarang
dibuat dari bahan dasar petroleum. Impian Emily, agar teknologi ini benar-benar
dapat dkomersialkan sehingga mengurangi ketergantungan orang pada minyak bumi,
yang tidak terbarukan. Emily masuk dalam
kelompok 'Invovator Alumni' bersama Larry Page pendiri Google, Mark
Zuckerberg pendiri Facebook; Jonathan Ive, desainer Apple dan JB Straubel,
teknolog Tesla Motors. Ia menerima
banyak penghargaan termasuk dari Global Photonics Energy dan MBS Solar Energy
Innovation Award serta banyak menulis artikel di bidangnya.
Perlu dicatat bahwa ongkos produksi 1 ton Mono Ethylene
Gylicol menggunakan bahan baku minyak bumi, gas alam atau tanaman mencapai 4 -
5 kali lipat dibanding menggunakan teknologi temuan Emily Cole ini. Pasar
global MEG mencapat 127 milyar dollar, dengan harga per ton 1000 dolar lebih.
Pantaslah kalau Emily diakui sebagai berpotensi merubah dunia. Dan perlu
dilindungi dengan lebih dari 100 hak paten….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar