04/03/16

100 HAK PATEN UNTUK EMILY COLE


100 HAK PATEN UNTUK INOVASI EMILY COLE.
Oleh: Jum’an

Dari semua limbah gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia - industri, pertanian, pembangkit listrik, transportasi - karbon dioksida adalah yang terbesar dan merupakan biang pemanasan global. Menurut EPA, CO2 merupakan 76% dari emisi gas rumah kaca global pertahun. CO2 adalah gas yang secara kimia lembam, sangat sulit untuk bereaksi. Seandainya kita mengeluarkan hydrogen yang berlimpah, secara alamiah (tanpa biaya) ia akan bereaksi dengan unsur-unsur disekitarnya dan tak ada hidrogen bebas mengambang di udara. Karbon monoksida (CO) juga sangat reaktif – karena itu knalpot mobil masa kini dilengkapi alat pengubah CO yang beracun menjadi CO2.

Kebanyakan teknologi yang digunakan saat ini untuk merubah CO2 berbasis biologi -menggunakan kemampuan dari tanaman seperti ganggang dan mikroba, atau teknologi yg lebih khas menggunakan CO2, air dan sinar matahari untuk menghasilkan senyawa alkena dan alcohol secara langsung . Mereka bekerja keras untuk membuat terobosan guna mengatasi gas CO2. Kendalanya, hasilnya terlalu kecil dan membutuhkan areal yang terlalu luas sehingga menghadapkan perusahaan pada kebutuhan yang kompleks. Jadi gas CO2 baik diasingkan (diinjeksikan ke dalam formasi batuan bawah tanah) maupun didayagunakan sama sulitnya. Injeksi kebawah tanah tidak paraktis dan tak terjangkau, dirubah sulit karena tingkat reaktivitas CO2 terlalu rendah untuk membuat teknologi konversi yang layak.

Pada tahun 2009 penelitian oleh Emily Cole, PhD kimia dari Universitas Princeton, menemukan proses untuk merubah CO2 manjadi bahan-bahan yang berguna. Ia mereakasikan gas CO2 dengan gas hydrogen dari air menjadi Mono Ethylene Glycol (MEG) yang merupakan bahan baku pembuatan botol dan bahan-bahan plastik lainnya dan dapat untuk memproduksi lebih dari 60 jenis bahan kimia lain termasuk Propylene, Isopropanol, Methyl-Methacrylate dan Asam Asetat. Proses ini merupakan reaksi elektrokimia menggunakan elektrode dan katalisator serta energi rendah. Dengan memodifikasi formula katalisatornya, reaksi ini dapat menghasilkan berbagai bahan kimia multi-karbon yang penting secara komersial. Teknologi ini secara logistik sederhana dan berbiaya rendah – semua komponennya langsung diperoleh  dan digunakan di tempat. Inovasi konversi CO2 temuan Emily Cole ini dilindungi dengan lebih dari 100 paten dan aplikasi, mencakup berbagai bahan kimia seperti diatas yang semua sudah mempunyai pasar tersendiri. Investor yang mendanai Liquid Light Inc. (perusahaan yang didirikan oleh Emily Cole dkk), termasuk  VantagePoint Capital Partners, BP Ventures, Chrysalix Energi Venture Capital, dan Osage University Partners. Liquid Lights juga mengadopsi teknologi De Nora dari Italia, perusahaan terkemuka dalam pengadaan katalisator dan elektrode modern untuk proses elektrokimia untuk mempercepat waktu memasuki pasar dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Coca Cola juga bermitra dengan Liquid Light untuk membantu mempercepat komersialisasi inovasi teknologi Emily Cole ini. Teknologi ini sangat relevan untuk Coca-Cola karena akan sangat mengurangi biaya pembotolan produk mereka.

Emily Cole, tokoh kunci inovasi ini mendapat penghargaan sebagai Inovator dibawah usia 35 tahun dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Penghargaan ini diberikan kepada para teknolog yang sangat berbakat yang karyanya berpotensi besar untuk merubah dunia. Emily diakui untuk pencapaiannya dalam mengembangkan cara yang praktis dan ekonomis untuk merubah karbon dioksida, gas rumah kaca, menjadi bahan kimia utama, seperti barang keperluan sehari-hari seperti botol plastik, karpet, pakaian polyester dll, yang sampai sekarang dibuat dari bahan dasar petroleum. Impian Emily, agar teknologi ini benar-benar dapat dkomersialkan sehingga mengurangi ketergantungan orang pada minyak bumi, yang tidak terbarukan. Emily masuk dalam  kelompok 'Invovator Alumni' bersama Larry Page pendiri Google, Mark Zuckerberg pendiri Facebook; Jonathan Ive, desainer Apple dan JB Straubel, teknolog Tesla Motors. Ia menerima banyak penghargaan termasuk dari Global Photonics Energy dan MBS Solar Energy Innovation Award serta banyak menulis artikel di bidangnya.

Perlu dicatat bahwa ongkos produksi 1 ton Mono Ethylene Gylicol menggunakan bahan baku minyak bumi, gas alam atau tanaman mencapai 4 - 5 kali lipat dibanding menggunakan teknologi temuan Emily Cole ini. Pasar global MEG mencapat 127 milyar dollar, dengan harga per ton 1000 dolar lebih. Pantaslah kalau Emily diakui sebagai berpotensi merubah dunia. Dan perlu dilindungi dengan lebih dari 100 hak paten….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar