KESAHAJAAN SEORANG MUJAHID
Oleh: Jum’an
Zainal Abidin Muhamad Husain
Abu Zubaidah atau Abu Zubaidah atau Zain atau Hani adalah tokoh Al-Qaeda
yang sekarang berumur 42 tahun dan sudah lebih dari 10 tahun berada dalam kamp
tahahan Guantanamo, Cuba. Menurut versi Amerika Abu Zubaidah adalah dedengkot
teroris yang sangat berbahaya. Ia dinyatakan sebagai orang nomor 3 dalam Al-Qaeda.
Menurut dokumen Departemen Pertahanan Abu Zubaidah terlibat dalam semua
perencanaan aksi teror terhadap Amerika ketika ia menjadi petugas logistik Al
Qaeda. Ia adalah konspirator serangan 11 September 2001, tangannya ada di
setiap operasi penting Al–Qaeda. PBB menjulukinya rekan terkemuka Osama bin
Laden dan Al-Qaeda. George Bush menamai Abu Zubaidah pimpinan perencanaan
operasi pembunuhan dan penghacuran." CIA mengakui Abu Zubaidah adalah
sosok yg penuh keyakinan, percaya diri dan berwibawa. Selama interogasi pada zaman Bush berkuasa, Abu Zubaidah
menjalani 83 kali siksaan water-boarding
dan mengalami banyak teknik interogasi yang kejam termasuk penelanjangan paksa,
kurang tidur, disekap diruang sempit dan gelap, tidak diberi makan, posisi
stres , dan siksaan fisik lainnya.
Belum lama ini Jason Leopold dari Aljazeera menerima
terjemahan resmi buku
harian milik Abu Zubaidah dari seorang mantan pejabat intelijen
Amerika. Buku harian enam jilid yang ditulis selama 20 tahun itu ditemukan
ketika Abu Zubaidah ditangkap pada 2002 di Pakistan. Bagi pejabat keamanan
Amerika buku harian Abu Zbaidah merupakan sumber informasi yang sangat berharga
untuk menemukan kelemahan mental dari tokoh yang menurut mereka memegang
informasi penting rencana masa depan Al-Qaeda. Buku harian ini tidak hanya
penting dari segi intelejen, karena isinya menunjukkan potret paling rinci dari
kehidupan pribadi seorang mujahid berdedikasi yang pernah kita lihat. Isinya
memperkuat kejelasan bahwa Amerika telah membuat kesalahan dasar yang
signifikan dalam menghadapi peristiwa serangan 11 September 2001 dan menghadapi
ancaman Islam radikal. Hani, nama panggilan Abu Zubaidah dalam keluarganya,
adalah warga Palestina kelahiran Riyadh 12 Maret 1971. Anak ke 5 dari 10
bersaudara - 5 laki-laki dan 5 perempuan dari suami-istri Muhamad Abu Zubaidah (pengusaha
kelas menengah dan guru bahasa Arab) dan Malikah; Sang ayah ingin anak-anaknya memiliki
kehidupan yang lebih baik dan menekankan pentingnya pendidikan. Hani dikuliahkan
di Fakultas Teknik jurusan komputer di India. Menurut adiknya Hisham, Hani
sehari-hari mengenakan bluejean yang merisaukan ayahnya, yang menginginkan
anak-anaknya berpakaian tradisional Arab. Hani juga berbakat musik dan
pelindung Hisyam dari kenakalan teman-temannya. "Hani adalah kakak yang
baik," kata Hisyam. "Dia selalu ada ketika saya butuh pertolongan. Jika
anak-anak lebih tua mulai mempermainkan saya waktu bermain sepak-bola, Hani
datang menantang mereka. Hani selalu menekankan agar saya jangan mau
dipermainkan orang lain.” Menurut
Hisyam, Hani tidak menunjukkan tanda-tanda ekstrimisme agama (Menurut
versi Amerika dia termasuk pemuda Islam Saudi yang radikal). "Dia tidak
pernah religius," kata Hisyam. "Dia suka merokok, bermain musik dan
bersenang-senang." Hani lulus SMA dan meninggalkan Saudi pada umur 16
tahun dan sejak itu terpisah hingga kini. "Saya dan Hani adalah kambing
hitam keluarga," kata Hisyam. "Semua saudara-saudara saya yang lain
adalah dokter, profesor, psikolog. Aku tidak mampu bersaing dengan mereka."
Ketika remaja Hani pernah pindah ke West-Bank bergabung dalam perjuangan
melawan Israel. Abu Zubaidah telah bergabung dengan Taliban sebagai sejak awal
90-an, setelah mundurnya Soviet dari Afganistan dan tetap berada disana bersama
Mujahidin melawan pemberontak komunis dan sisa-sisa mantan rezim Soviet,
dan belakangan memimpin kamp pelatihan Al-Qaeda di Khalden Afganistan.
Tergantung orang menyebutnya, Teroris ataupun Mujahid, bukanlah
superman, mereka bukan ahli taktik yang brilian atau prajurit yang sangat
terlatih. Seringkali mereka adalah orang-orang sederhana yang berdebat dengan
satu sama lain tetang hal-hal remeh, seperti terbaca dalam buku harian Hani.
Tetapi Amerika menghadapinya secara all-out dengan biaya keuangan dan politik
yang sangat besar. Buku harian Hani
mengungkapkan bahwa dia adalah seorang pria yang sangat anti Amerika, sekaligus
menyenangi budaya
Barat seperti music pop dan soft-drink. Setelah invasi AS ke Afghanistan
2001, Abu Zubaidah mencatat "Saya ingin melihat kejatuhan dan kehancuran
Amerika dan Israel. Musuh-musuh Islam yang menduduki negeri kami, menghina
bangsa kami, dan tdak menghargai agama kami.” Belum pernah terpikir dalam benak
Amerika bahwa seorang penggemar Pepsi Cola dan lagu-lagu Barat bersedia
melakukan tidakan yang begitu berani dan yakin disetujui oleh iman mereka. Ken
Ballen, penasehat think tank Terror Free Tomorrow mengatakan: "Jika kita
tidak mengerti apa yang memotivasi orang, bagaimana kita akan efektif berurusan
dengan mereka? Jika kita dapat memahami, kita dapat menanggapi. Menyerbu
Afganistan tidak sedikitpun mencegah serangan lebih lanjut. Perang Irak yang
sangat mahal juga kontraproduktif.”
Hani sangat menyukai lagu-lagu Chris de Burgh, penyanyi
Irlandia terutama lagu "The Lady in Red". Ia mengeluhkan bahwa
lagu-lagu Chris membuatnya merasa haru – meskipun lembut dan indah tetapi
membawa kesedihan dan kegelisahan jiwa, tulisnya pada 1990 dalam buku hariannya
yang pertama. Hani juga penggemar film-film India. Ia menulis bahwa film Rambo
III - di mana Sylvester Stallone bergabung dengan pasukan Afghanistan untuk
melawan Soviet – adalah konyol.... saya tak kuat menawan tawa menonton film
ini. Dia juga sering menulis tentang keluarganya dan kerinduan yang mendalam
untuk mempunyai istri dan keluarga sendiri - sesuatu yang tidak sejajar dengan gairahnya
mencari kesyahidan. Suatu kali ia membayangkan hidup berumah tangga, bermain dan
menyayangi anaknya dan bahkan menamparnya bila perlu. “Ya! Menamparnya, kenapa
tidak?" Pada tanggal 20 Maret
2002, Abu Zubaidah menulis catatan harian terakhirnya: "Tidak ada yang
baru." Delapan hari kemudian, tepat pukul 2 pagi, CIA, FBI dan intelijen
Pakistan menggerebek 14 rumah di Faisalabad, Pakistan, dan menangkap 52
tersangka, termasuk Abu Zubaidah.
Setelah bertahun-tahun
Amerika melihat Abu Zubaidah sebagai tokoh utama bahkan orang nomor 3 dalam
Al-Qaeda, pada 2007 CIA menyatakan menyadari bahwa Abu Zubaidah tidaklah
signifikan: “Maaf, kami menemukan bahwa anda bukan Nomor 3, bukan mitra, bahkan
bukan seorang pejuang," Menurut
pengacara Brent
Mickum dari The Guardian, ''Dia tidak pernah terbukti menjadi
anggota Taliban atau Al-Qaeda ataupun menjadi anggota atau pendukung
dari angkatan bersenjata yang bersekutu melawan Amerika.” Tidak menghargai
kesahajaan mereka telah membuat Amerika salah membayangkan mereka yang
sebenarnya. Jika anda membaca buku harian Abu Zubaidah, ternyata mereka adalah laki-laki
biasa.