23/11/14

AMERIKA: MUDA SEJAHTERA TUA MENDERITA?


AMERIKA: MUDA SEJAHTERA TUA MENDERITA?
Oleh: Jum’an

Rakyat adil makmur sentosa yang merupakan cita-tita kita bersama, insyalloh akan tercapai suatu saat nanti. Kelak rakyat akan merasa aman dan sejahtera, terpenuhi kebutuhan fisik dan mentalnya serta dihormati kedaulatannya. Orang tidak perlu lagi merasa takut akan kelaparan, penyakit dan kerusuhan. Generasi muda akan hidup penuh gairah sampai hari tua yang tenteram dan bahagia. Sementara kita masih merangkak untuk menuju kesana, mari kita mengintip betapa sejahteranya kehidupan mereka yang sudah sampai disana. Amerika! Ya Amerika. Negara Adidaya dan Adikuasa. Semuanya serba maju semuanya serba kesampaian. Menurut Legatum Prosperiy Index 2014 Amerika menempati ranking ke 10 dalam kesejahteraan global sementara Indonesia menempati nomor 71. Harapan hidup mereka pun lebih panjang daripada harapan hidup kita. Dengan kata lain, lantaran kesejahterannya mereka bisa hidup lebih lama dari kita. Kelebihan umur itu mereka nikmati untuk bertamasya ke pelosok-pelosok dunia atau berleha-leha di peristirahatan mereka. Alangkah senangnya bila bangsa kita adil makmur sentosa!

Tentu saja itu tidak sepenuhnya benar. Umur panjang sebagai berkah kesejahteraan, bukannya tidak membawa beban ikutan. Anda yang masih muda dapat membuat daftar penyakit yang tidak satupun anda derita saat ini seperti: hipertensi, diabetes, katarak, radang sendi, keropos tulang, penyakit jantung, kanker, pikun dan buyutan. Kelak dihari tua, mereka akan antre atau berombongan menyambut kedatangan anda! Antara thn 2000 - 2050, jumlah orang Amerika yang berusia diatas 65 tahun diperkirakan akan meningkat sebesar 135%. Jumlah mereka yang lebih dari 85 tahun akan meningkat sebesar 350%. Meningkatnya jumlah manula membutuhkan perawatan yang mahal sementara mereka tidak lagi produktif. Mereka makin menurun kualitas hidup dan kemampuannya. Sekitar 10% dari orang Amerika yang berusia diatas 65 tahun (dan 30% dari yang berusia diatas 85) menderita penyakit Alzheimer.

Dr. Joanne Lynn M.D. adalah pakar geriatri yang terkenal dalam membantu pasien usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Membantu mereka untuk mendekati akhir hayat dengan kesadaran dan keyakinan yang lebih besar. Ia sering memulai ceramah-ceramahnya dengan menayakan apakah diantara hadirin ada yang ingin mati oleh penyakit kangker. Tak seorangpun. Apakah ada yang memilih mati karena serangan jantung. Ada yang mengacungkaan tangan satu atau dua orang. “Nah” katanya “ berarti semua yang lainnya ingin mati tua, proses yang panjang, lambat dan menyakitkan dengan penderitaan yang terus meningkat, kelemahan mental dan fisik, reyot dan pikun”. Penyakit yang  lebih menakutkan yang menunggu setelah seseorang mencapai usia 65 tahun, kecuali jantung dan kangker adalah penyakit-penyakit yang mempengaruhi kemampuan mental kita, termasuk Alzheimer dan demensia. Antara tahun 2000 dan 2010 saja, jumlah orang Amerika yang meninggal akibat Alzheimer meningkat 68%. Demensia adalah istilah untuk berbagai penyakit dan kondisi yang timbul ketika sel-sel saraf otak mati atau tidak berfungsi secara normal. Kerusakan saraf otak ini menyebabkan perubahan dalam memori, perilaku serta kemampuan untuk berpikir jernih. Pada penyakit Alzheimer, kerusakan di otak ini akhirnya merusak kemampuan individu untuk melaksanakan fungsi-fungsi dasar tubuh seperti berjalan dan menelan. Penyakit Alzheimer pada akhirnya fatal. Ini membuktikan bahwa mati tua belum tentu merupakan pilihan terbaik.

Tidak mengherankan bila generasi yang sedang menjelang lanjut usia bertanya-tanya: Bagaimana kalau kita sendiri yang membuat keputusan medis dan mengucapkan "selamat tinggal" untuk orang-orang tercinta sebelum kita pikun? Bagaimana kalau kita (mereka maksud saya) secara sukarela berhenti makan dan minum “Voluntarily Stopping Eating and Drinking”  (VSED). Dengan bantuan pengawasan staf medis, VSED dapat menjadi cara mudah untuk mengakhiri hidup seseorang. Biasanya setelah 5 sampai 20 hari, orang akan mati karena dehidrasi. Tentu saja ini ditentang oleh kelompok pro-life yang juga anti aborsi dan anti euthanasia (suntik mati) karena sama artinya dengan bunuh diri. Bahkan diskusi terbuka tentang VSED dikhawatirkan akan membuka jalan menuju pelecehan dan pemaksaan terhadap orang tua. Setan tentu sudah siap dengan skenarionya. Ini bukalah khas Amerika. Semua bangsa dinegeri maju akan panjang harapan hidupnya. Makin sejahtera, makin terjamin kesehatannya dan makin banyak manulanya. Kita pun sedang berlomba menuju kesana…..


13/11/14

APA SALAHNYA MEMBELI GINJAL?


APA SALAHNYA MEMBELI GINJAL?
Oleh: Jum’an

Para penyandang organ cangkokan biasanya membawa serta kenangan tragis mula kejadiannya sampai seumur hidup. Puji syukur ginjal cangkokan saya telah berumur 15 tahunn dan terasa sehat-sehat saja. Seseorang pernah secara tak langsung berpesan agar saya selalu ingat bahwa ginjal baru ini adalah milik orang lain dan saya tidak berhak untuk memiliki dan memanfaatkannya. Pesan yang bernada permusuhan dan menyakitkan hati tetapi menggambarkan pendapat sebagian orang yang meyakini bahwa mencangkok ginjal adalah tabu. Ada pula rekan yang mengisahkan tentang anak perempuannya yang ingin menjadi donor untuk ibunya yang difonis gagal ginjal dan perlu transplantasi. Tapi kata sang ayah: Jangan! Yang sehat biar tetap sehat sedangkan ibunya dapat dicarikan ginjal dari donor komersil. Masuk akal menurut saya. Anehnya cangkok ginjal juga telah menularkan tingkah laku yang kurang etis dalam keseharian saya sampai sekarang. Yaitu timbul perasaan gembira setiap kali mendengar suara kucuran air kencing sendiri waktu pipis di kloset. Saya selalu mendengarkannya sampai tuntas, tidak pernah saya hentikan ditengah dengan mengarahkan titik jatuhnya ke tepi kloset supaya suaranya terhenti. Rasanya seperti mendengar lagu mars untuk menyambut kemenangan melawan gagal ginjal dari tak bisa kencing total (kecuali dengan mencuci darah dengan mesin selama berjam-jam dan biaya jutaan) berganti ginjal baru dengan saringan yang lebih bersih dan lancar alirannya. Hati saya selalu tergeliat ceria mendengar bunyi pancuran yang pernah menghilang selama setahun ketika terpaksa menjalani cuci darah sebelum memutuskan untuk cangkok.

Banyak orang bertanya apa hukumnya cangkok ginjal menurut Islam. Hukum berzina, mencuri, membunuh mudah ditemukan karena sejak dulu orang sudah melakukannya; pasti tercantum dalam Qur’an. Tetapi cangkok ginjal, yang baru ada di abad 20 tidak demikian. Dari ulasan-ulasan yang pernah saya baca, semua disimpulkan dari ayat-ayat yang bersifat umum seperti hal membahayakan diri sendiri, menolong atau meyakiti orang lain. Sepembacaan saya para ulama cenderung membolehkan cangkok ginjal dengan syarat-syarat tertentu. Tetapi ketika sampai pada komersialisasi ginjal, pasien-turis dari negara kaya yang melakukan perjalanan untuk membeli ginjal orang miskin, semua umat beragama dan dunia kedokteran dengan aklamasi dan emosional menolak keras. Orang menganggap bahwa cangkok ginjal dan organ lain adalah mukjizat medis abad ke-20 yang telah menyelamatkan kehidupan jutaan pasien di seluruh dunia, sehingga orang jijik dan benci ketika mukjizat itu dinodai dengan jual beli illegal. Namun para dokter, ahli filsafat dan bio-etika terus bertanya-tanya mengapa reaksi orang begitu emosional ketika menyikapi cangkok ginjal dengan membayar? Apakah anggapan bahwa orang miskin akan menjadi korban? Atau mereka terlanjur yakin bahwa organ tubuh tidak boleh diperjual belikan? Atau karena menodai solidaritas kemanusiaan yang timbul dari menyumbangkan ginjal yang menyelamatkan kehidupan orang lain? Keberatan moral untuk membayar donor ginjal itu nampaknya tidak terbukti, seperti dterlihat dari hasil penelitian Univ. Pennsylvania dan Virginia Medical Center. Penelitian ini menunjukkan bahwa insentif uang meningkatkan persediaan organ untuk transplantasi tanpa mengeksploitasi masyarakat berpenghasilan rendah. Pengaruh uang bagi masyarakat miskin sama dengan bagi orang kaya. Efek tawaran uang $10 ribu kepada orang yang berpenghasilan $100 ribu tampak tidak berbeda jika ditawarkan kepada mereka yang berpenghasilan kurang dari $20 ribur. Ahli-ahli etika khawatir bahwa pembayaran akan menyebabkan donor lalai akan risiko kesehatan menyerahkan organ, tapi studi ini menunjukkan bahwa tidak demikian. Adapun solidaritas kemanusiaan dalam donasi ginjal tidak lagi merupakan isu karena kebutuhan dan persediaan ginjal makin tidak seimbang sampai ketahap berebut. Di Amerika saja pada akhir 2010 hampir 100 ribu orang menunggu transplantasi ginjal dan terus bertambah sementara sekitar 4000 orang meninggal setiap tahun karena menunggu alokasi ginjal. Mengapa hasil penelitian diatas membantah keberatan moral sebagai alasan penolakan jual beli ginjal? Janet Radcliffe pakar Etika Praktis dari Univ. Oxford menduga mungkin reaksi awal terhadap perdagangan organ disebabkan oleh sesuatu yang lain dari etika, misalnya dari kebingungan batin kita.


Bagaimana reaksi anda tentang penawaran ini: “Jika saya beri anda uang 150 juta, maukah anda memberikan satu ginjal anda kepada saya? Satu buah saja. Anda kan punya dua buah padahal sebenarnya anda hanya perlu satu saja untuk tetap hidup sehat. Saya akan menangung semua biaya operasi serta pemulihan selama di Rumah Sakit. Anda hanya diminta membiarkan dokter mengoperasi untuk mengambil satu ginjal dari perut anda. Anda akan menyelamatkan sebuah kehidupan. Anda memberikan sebuah mukjizat. Dan anda mempunyai uang tambahan 150 juta; bisa untuk apa saja.” Sekilas mirip win-win solution bukan? Tetapi bagaimana membandingkan manfaat uang 150 juta dengan ketakutan ketika anda dibaringkan diatas meja operasi dengan segala risikonya? Bagaimanapun jual beli ginjal (kompensasi donor) sudah ada pasarnya. Sebuah tim peleliti dari Kanada menyebutkan pada 2013 harga optimal sebuah ginjal di pasar Amerika adalah 10 ribu dolar. Tetapi Arthur Chaplan, pakar bioetika dari Univ. New York menulis bahwa meskipun 40% orang Amerika yang disurvei bersedia  menyumbangkan ginjal asalkan harganya pas, tidak ada jaminan bahwa persediaan ginjal akan meningkat……….. " Di London pada 1989, empat orang Turki membayar Dokter Raymond Crockett masing-masing 6000 dolar untuk memperoleh ginjal untuk keluarga mereka, yang kemudian menggegerkan dunia kedokteran saat itu sehingga Inggris menerbitkan Human Organ Transplants Act yang mengenakan sangsi berat pada dokter yang berpartisipasi dalam transplantasi komersial.