16/05/15

AGAMAKU AGAMAMU - NEGERIKU NEGERIKU


AGAMAKU AGAMAMU – NEGERIKU NEGERIKU
Oleh: Jum’an

Abu Bakar, sahabat saya mempunyai cara berpikir yang kadang-kadang mengejutkan. Suatu kali ia berkata bahwa bumi ini milik Allah sebagaimana disebut dalam Qur’an. Mengapa sekarang dikapling-kapling menjadi negara-negara yang saling melarang memasuki petak masing-masing? Ia yakin bahwa Allah tidak menghendaki begitu. Bumi adalah milik Allah untuk kesejahteraan bersama semua umat manusia. Daripada memberikan jawaban yang tidak jelas saya hanya menimpali bahwa mungkin, bangsa China ingin bersatu lalu membentuk negara China begitu juga bangsa Melayu, bangsa Arab dan yang lainnya lalu masing-masing membuat aturan sendiri-sendiri. Abu hanya diam, wajahnya jelas meremehkan teori saya. Istilah milik Allah seperti tertulis dalam Surat An-Najm ayat 31 (Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi) dicerna secara berbeda-beda diantaranya seperti cara Abu Bakar yang begitu harfiah tadi. Belum tentu salah atau benar, tetapi dapat diperkirakan bahwa Abu akan memilih agamanya daripada negerinya bila suatu saat terpaksa harus memilih.

Seperti kita saksikan sekarang ini, banyak umat Islam dari berbagai bangsa dan negara pergi ke negara-negara Timur Tengah untuk berjihad membela kelompok yang mereka sukai, yang berarti bahwa mereka lebih mengutamakan agamanya daripada negerinya. Bila prosedur resmi memasuki negara-negara itu tidak memungkinkan, mereka tidak segan-segan untuk menempuh jalan belakang. Mereka juga tega untuk meninggalkan anak isteri demi berjihad dan mati syahid. Padahal ada puluhan kelompok yang saling bermusuhan disana. Anda ingin menjadi relawan berjihad membela Bashar Assad? Atau bergabung dengan pemberontak Houti di Yaman atau bergabung dengan ISIS? Bagi yang pemahamannya tentang bumi Allah sama dengan Abu, berangkat saja! Apa salahnya? Batas-batas negara adalah buatan menusia sedangkan Indonesia, Siria, Irak dan Yaman sama-sama bumi Allah! Kita sepenuhnya berhak untuk merambahnya. Apa sulitnya masuk kesana. Demi persatuan Islam, demi kebenaran, demi…….. Bahkan tak ketinggalan sejumlah kaum wanita menyediakan diri dinikahi para pejuang dan ikut di medan tempur disana. Seolah-olah keadaan sudah demikian gentingnya sehingga masing-masing mengikuti apa yang ada dalam pikirannya sendiri-sendiri. Benarkah begitu mendalam iman dan takwa mereka, begitu kuat ukhuwah dan cintanya sesama umat Islam melebihi cinta kepada keluarga dan negaranya sendiri? Wallohu a’lam.

Yang jelas pada saat yang sama ada bukti yang menunjukkan keadaan sebaliknya dimana kita bersikap tidak peduli terhadap saudara-saudara seiman yang sedang ditimpa kesengsaraan. Bukti bahwa negeriku lebih penting daripada ukhuwah agamaku. Ribuan pengungsi Rohingya yang beragama Islam yang terusir dari Myanmar telah ditolak mendarat di Serambi Mekah Aceh dan diusir pula oleh pemerintah Malaysia yang menyatakan bahwa agama resminya Islam.  Mereka meminum air kencingnya sendiri  untuk bertahan hidup terapung-apung di laut karena sia-sia mengharapkan bantuan sesama umat Islam Malaysia dan Indonesia.  Sementara pengungsi muslimin dari Libia yang ingin masuk ke daratan Eropah, mendapat perlakuan yang lebih manusiawi dari mereka. Nampak bahwa kemanusiaan mereka lebih dewasa ketimbang keislaman kita.


Membaca penderitaan kaum pengungsi Rohingya terbayang di mata saya, mereka itu seperti saudara kita dari kampung yang terpaksa mengemis kekota dan bertemu dengan kita. Ia ingin bernaung barang semalam di emperan rumah kita, mengharap sesuap nasi dan seteguk air, karena dalam anggapannya kitalah yang paling pantas menolongnya. Tetapi kita berkata kepadanya: Jangan mengemis kesini. Kita memang bersaudara kita memang seagama, tapi minta saja kepada tetangga sebelah sana! Jangan minta air dari saya apalagi menginap di emperan rumah saya. Minum air kencingmu sendiri kalau perlu! Agamamu dan agamaku memang satu tetapi negeriku adalah negeriku, bukan negerimu!                                                                            

07/05/15

PILIH SEGERA! PERCAYA SOMAT ATAU TIDAK


PILIH SEGERA! PERCAYA SOMAT ATAU TIDAK
Oleh: Jum’an

Ada peribahasa Afrika yang mengatakan: Berhati-hatilah jika ada orang telanjang menawari anda baju! Orang yang tidak menghargai dirinya, mustahil akan mencintai orang lain! Mengapa tak dipakainya baju itu untuk menutupi auratnya sendiri. Artinya jangan percaya kepada niat baik yang sulit diterima akal sehat. Ada pula peribahasa: Jangan mempercayai wanita yang menjawab dengan jujur berapa umurnya. Wanita macam itu akan mengatakan apa saja kepada orang lain. Sudah biasa usia wanita adalah rahasia mereka. Mengapa harus diobral kepada orang lain kalau mengelak juga mudah dan aman? Wajar kalau kita kurang percaya kepada orang yang berperilaku menyimpang dari adat kebiasaan. Orang telanjang yang menawarkan baju dan wanita yang merahasiakan usianya mengingatkan kita bahwa tidak semua orang mudah dipercaya. Berprasangka baik adalah anjuran Rasulullah s.a.w, sebagai bekal untuk berinteraksi dengan orang lain. Selanjutnya akal sehat dan hati nurani kitalah yang akan menilainya. Kata pengarang Ernest Hemingway, cara terbaik untuk membuktikan seseorang bisa dipercaya atau tidak ialah dengan mempercayainya. Karena khianat baru terjadi sesudah ada kepercayaan lebih dahulu; atau orang cenderung bertindak jujur bila dipercaya. Bagaimanapun akhirnya kita harus memilih untuk mempercayai atau tidak mempercayai seseorang. Bila tidak kita akan terus merasa ragu dan curiga dalam menjalin hubungan, terutama dimana kepercayaaan merupakan syarat utama.

Keluarga saya menjadi tegang gara-gara perbedaan kepercayaan. Bukan kepercayaan Agama tetapi kepercayaan kepada seseorang montir. Beginilah nasib saya. Mobil tua terus dipelihara: mogok didorong, peot dikenteng, karatan didempul. Montir andalan kami seorang berperawakan kecil berwajah brewok bernama Somat. Satu-satunya montir yang saya kenal. Ia adalah langganan keponakan saya Po In selama bertahun-tahun sehingga saya yang baru belakangan memakai hanya numpang percaya. Tapi terbukti ia memang ahli mobil tua. Oli rembes, rem blong, mesin ngadat semua bisa diselesaikan dengan mudah. Ganti onderdil yang sudah jarang penjualnya dia tahu kemana mencarinya. Bila perlu dikikir sedikit agar pas masuknya. Ketrampilannya yang lengkap memudahkan ia mengambil keuntungan dari segala penjuru. Kadang-kadang selesai bekerja ia mengucapkan kata-kata bernada filsafat dengan gratis. Seperti ketika selesai memperbaiki pembuka jendela yang macet, ia mengingatkan saya supaya pelan-pelan memutarnya sambil berkata: Kalau mobil tua, kita harus mengikuti dia; kalau mobil baru, dia harus menuruti kita. Siapa yang bisa berkata begitu kalau bukan mereka yang berpelngalaman menggeluti mobil tua?

Somat memang kreatif dalam menjual ketrampilannya. Sambil menggarap order, dia selalu mnemukan kerusakan lain dan menayakan apakah mau diperbaiki juga. Saya bekali dia uang 500 ribu untuk membeli onderdil, ia tukar tambah 200 ribu dengan onderdil bekas yang masih bagus dan dikembalikannya yang 300 ribu. Katanya yang untuk Honda Civic th 90 sudah jarang ada. Cara begini jelas tidak transparan, manipulatif dan …., dilematis! Kalau diminta nota pembelian selalu lupa atau, tar dulu Pak, tangan saya sedang kotor tapi akhirnya tidak juga. Ketika saya tanyakan berapa ongkosnya ia bilang ini sisa tadi masih ada 50 Pak, tambah 100 lagi saja. Mobil pun rapih, garansi. Siapa lagi kalau bukan jasa Somat. Tetapi ia jelas meninggalkan tanda tanya yang sulit diawab: jujurkah dia, pantaskah ia kita percaya? Beberapa tahun saya meragukan kejujurannya: tetap meminta bantuanya tetapi dengan curiga dan diam-diam mengutuknya. Ini tidak sehat. Harus diakhiri, saya harus memilih percaya atau tidak percaya pada kejujuran Somat. Selanjutnya teruskan dengan ikhlas atau cari montir lain. Memangnya dia satu-satunya montir mobil di Jakarta?

Masalah yang terlalu lama dipendam, seperti bisul di pantat akan pecah sendiri.  Belum lama ini datang saatnya untuk kembali minta bantuan Somat. Menghidupkan aki yang mati karena dua hari kunci kontak tidak dicabut. Dari kantor saya tilpun kerumah, apakah Somat sudah selesai kerjanya. Ternyata belum, dia sedang menyewa aki penolong ke bengkel sambil membeli oli. Membeli oli? Siapa yang menyuruh, oli untuk apa? Katanya oli power steering tinggal sedikit perlu ditambah. Liciknya dia!  Saya naik darah sambil mengumpat. “Oke, turuti saja dia lalu bayar dan suruh pergi maling itu!” Saya pikir inilah saatnya memilih untuk tidak mempercayai Somat. Saya bertemu muka dengan dia tepat didepan rumah ketika saya pulang kantor dengan taksi dan dia baru selesai bekerja. Saya tanya ongkosnya berapa dan jawabnya: “Ini uang yang tadi (uang sewa aki dan beli oli) masih sisa lima puluh. Tambah 50 lagi saja Pak.” Ketika saya merogoh kantong ternyata dompet saya tidak ada. Saya segera sadar ketinggalan ditaksi sementara taksi itu sudah agak jauh. Somat lalu cepat-cepat lari dan masih dapat terkejar karena macet di ujung gang. Dalam dompet itu ada KTP, kartu kridit, kartu ATM dan uang lebih dari satu juta yang baru saya ambil dari ATM.


Setelah saling mengucapkan terima kasih, saya merenung meneteskan air mata. Orang yang baru saya sumpahi “maling” itu telah menyelamatkan saya! Isi dompet utuh, aki tok cer dan setir enteng karena oli power steering penuh. Alhamdulilah, astagfirullah. Saya memutuskan utuk mempercayai Somat dan saya terima ia apa adanya. Selama ada Somat, saya tidak akan minta bantuan sipapun! Po In bilang Somat memang jujur. Ia sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Tetapi anaknya tetap curiga. Ibunya memang terlalu mudah mempercayai orang dan sering tertipu!