FATWA PALING BERSEJARAH MUI
Oleh: Jum’an
Bulan Januari yang lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menerbitkan fatwa No. 4 Tahun 2014 tentang “Perlidungan Satwa Langka Untuk
Menjaga Keseimbangan Ekosistem” yang
menyatakan bahwa perburuan liar atau perdagangan ilegal satwa langka adalah
haram. Seperti diketahui saat ini banyak sekali satwa
yang terancam punah karena tindakan manusia; padahal manusia diciptakan
Allah sebagai khalifah di bumi yang diberi amanah untuk menjaga semua satwa dan
lingkungannya. Karena semua makhluk hidup diciptakan Allah untuk menjaga
ekosistem yang seimbang yang diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia yang
berkelanjutan. Fatwa ini mengutip 13 ayat dari 8 surat dalam Qur’an tentang
hubungan Allah, manusia, satwa dan alam; juga belasan hadis, prinsip-prinsip
hukum Islam, undang-undang RI, serta hasil diskusi dan kunjungan lapangan MUI
bersama Kemenhut, UNAS dan WWF tentang perlindungan satwa langka menurut
Kebijaksanaan Islam. Ketua MUI Dr. Din Syamsuddin
mengatakan fatwa ini merupakan tonggak sejarah penting ditengah kerusakan
ekosistem yang makin parah. Ia berharap fatwa ini diterjemahkan keberbagai
bahasa dunia (Versi
bhs Inggris dpt dilihat disini) dan menjadi bekal para mubaligh. Ia juga
berharap sosialisasi fatwa ini bisa menjadi gerakan, melibatkan Kemenhut,
Pemda, Ormas Islam dan komunitas pencinta satwa di tanah air. MUI siap
menyediakan naskah-naskah khotbah Jum’at dan ceramah keagamaan di seluruh tanah
air terkait ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang memuat tentang perlindungan terhadap
satwa.
Fatwa ini terinspirasi sejak kunjungan lapangan ke
Sumatera (Sept. 2013) oleh MUI bersama UNAS, WWF-Indonesia, Kementerian
Kehutanan dan Aliansi Agama dan Konservasi (ARC), organisasi yang didirikan
oleh Pangeran Philip dari Inggris yang bertujuan membantu agama-agama besar
dunia untuk mengembangkan program-program lingkungan berdasarkan ajaran agama
masing-masing. Dalam dialog dengan perwakilan masyarakat desa tentang konflik
antara penduduk desa dan gajah sumatera dan harimau, muncul pertanyaan tentang
status hewan seperti gajah dan harimau menurut hukum Islam.
Menurut Dr. Hayu Prabowo dari MUI, pendekatan keagamaan,
dari hati ke hati, dipandang lebih efektif daripada pendekatan represif agar
manusia turut menjaga ekosistem bumi. Orang bisa lolos dari peraturan
pemerintah, tetapi mereka tidak bisa lepas dari firman Allah. Dalam pandangan
Islam, satwa merupakan bagian dari keseimbangan ekosistem yang memberikan
manfaat bagi kehidupan seluruh ciptaan Tuhan khususnya umat manusia. Fatwa ini tidak hanya berlaku untuk individu
tetapi juga bagi pemerintah, mengingat bahwa korupsi dapat terjadi ketika satwa
liar, hutan, dan kepentingan industri seperti bisnis kelapa sawit terlibat
dalam konflik.
World
Wildlife Fund (WWF), salah satu organisasi konservasi terbesar di dunia,
menyambut baik langkah luar biasa dari MUI ini. WWF memuji fatwa ini sebagai
yang pertama di dunia dari jenisnya dan akan dipadukan dengan program
pendidikan untuk membantu masyarakat menerapkannya. National
Geographic Society, lembaga nirlaba ilmiah dan pendidikan terbesar di dunia
yang telah mengilhami orang untuk peduli pada planet ini juga menyebut fatwa
ini belum pernah terjadi sebelumnya. Fatwa yang pertama dikeluarkan terhadap
perdagangan satwa liar. Kelompok konservasi di Indonesia juga merayakan
keputusan MUI untuk mengeluarkan fatwa dan berharap perhatian dari para
pemimpin agama akan membantu mendukung upaya untuk melindungi satwa liar
Indonesia. Tidak ktinggalan juga The
American Muslim (TAM) situs yang dibentuk 1989 untuk untuk mendukung dan
mengenali Muslim Amerika, ikut menyebarkan fatwa ini dan menyebutnya sebagai
perkembangan penting bahkan TAM memuat lengkap 3 halaman pertama fatwa ini
beserta ayat-ayat Qur’an didalamnya. Situs Internasional lain yang memuat fatwa
ini termasuk SALON
Media Group dari Sanfransisco, situs berita yang berfokus pada politik AS
dan peristiwa terkini. Mereka menyebut fatwa ini sebagai fatwa pertama di dunia
tentang perdagaangan satwa langka. Mereka mengutip pernyataan sekretaris komisi
MUI Asrorun Ni'am Sholeh diantranya bahwa barang siapa menghilangkan satu nyawa,
berarti ia membunuh satu generasi. Hal ini tidak terbatas pada manusia, tetapi
juga mencakup makhluk Allah lainnya, terutama jika mereka mati sia-sia. Situs
MONGABAY.COM, yang menerbitkan berita lingkungan, energi, informasi hutan
tropis termasuk statistik pembalakan liar di berbagai negara, menulis: “Ulama
Islam di Indonesia telah mendapat pujian dari kelompok konservasi setelah MUI
mengeluarkan fatwa tentang perburuan dan perdagangan satwa liar”. Penggundulan
hutan dan ekspansi kebun kelapa sawit juga telah mengambil korban pada satwa
langka. Bulan lalu, tujuh gajah Sumatera ditemukan mati di perkebunan kelapa
sawit ilegal di Taman Nasional Tesso Nilo, diyakini telah diracuni oleh staf
perkebunan.
Namun sebagaimana anda mafhum fatwa-fatwa yang
dikeluarkan oleh MUI tidak selalu ditanggapi serius oleh umat Islam Indonesia
seperti fatwa yang mengharamkan rokok. Fatwa tidak mengikat secara hukum dan
jarang menghasilkan perubahan kebijakan Pemerintah. Yang paling saya harapkan
dan syukuri adalah melalui sambutan luas fatwa ini, sejumlah ayat Qur’an dan
hadith tentang perlindungan ekosistem dibaca oleh masyarakat ilmiah Barat yang
saya yakin tidak pernah mereka sangka ada sebelumnya. Mereka yang hanya hanya
mengasosiasikan Islam dengan terorisme dan penjajahan kaum wanita. Semoga Allah
membuka hati mereka.