20/07/14

FATWA PALING BERSEJARAH MUI


FATWA PALING BERSEJARAH MUI
Oleh: Jum’an

Bulan Januari yang lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa No. 4 Tahun 2014 tentang “Perlidungan Satwa Langka Untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem”  yang menyatakan bahwa perburuan liar atau perdagangan ilegal satwa langka adalah haram. Seperti diketahui saat ini banyak sekali satwa yang terancam punah karena tindakan manusia; padahal manusia diciptakan Allah sebagai khalifah di bumi yang diberi amanah untuk menjaga semua satwa dan lingkungannya. Karena semua makhluk hidup diciptakan Allah untuk menjaga ekosistem yang seimbang yang diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia yang berkelanjutan. Fatwa ini mengutip 13 ayat dari 8 surat dalam Qur’an tentang hubungan Allah, manusia, satwa dan alam; juga belasan hadis, prinsip-prinsip hukum Islam, undang-undang RI, serta hasil diskusi dan kunjungan lapangan MUI bersama Kemenhut, UNAS dan WWF tentang perlindungan satwa langka menurut Kebijaksanaan Islam. Ketua MUI Dr. Din Syamsuddin mengatakan fatwa ini merupakan tonggak sejarah penting ditengah kerusakan ekosistem yang makin parah. Ia berharap fatwa ini diterjemahkan keberbagai bahasa dunia (Versi bhs Inggris dpt dilihat disini) dan menjadi bekal para mubaligh. Ia juga berharap sosialisasi fatwa ini bisa menjadi gerakan, melibatkan Kemenhut, Pemda, Ormas Islam dan komunitas pencinta satwa di tanah air. MUI siap menyediakan naskah-naskah khotbah Jum’at dan ceramah keagamaan di seluruh tanah air terkait ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang memuat tentang perlindungan terhadap satwa.

Fatwa ini terinspirasi sejak kunjungan lapangan ke Sumatera (Sept. 2013) oleh MUI bersama UNAS, WWF-Indonesia, Kementerian Kehutanan dan Aliansi Agama dan Konservasi (ARC), organisasi yang didirikan oleh Pangeran Philip dari Inggris yang bertujuan membantu agama-agama besar dunia untuk mengembangkan program-program lingkungan berdasarkan ajaran agama masing-masing. Dalam dialog dengan perwakilan masyarakat desa tentang konflik antara penduduk desa dan gajah sumatera dan harimau, muncul pertanyaan tentang status hewan seperti gajah dan harimau menurut hukum Islam.

Menurut Dr. Hayu Prabowo dari MUI, pendekatan keagamaan, dari hati ke hati, dipandang lebih efektif daripada pendekatan represif agar manusia turut menjaga ekosistem bumi. Orang bisa lolos dari peraturan pemerintah, tetapi mereka tidak bisa lepas dari firman Allah. Dalam pandangan Islam, satwa merupakan bagian dari keseimbangan ekosistem yang memberikan manfaat bagi kehidupan seluruh ciptaan Tuhan khususnya umat manusia. Fatwa ini tidak hanya berlaku untuk individu tetapi juga bagi pemerintah, mengingat bahwa korupsi dapat terjadi ketika satwa liar, hutan, dan kepentingan industri seperti bisnis kelapa sawit terlibat dalam konflik.

World Wildlife Fund (WWF), salah satu organisasi konservasi terbesar di dunia, menyambut baik langkah luar biasa dari MUI ini. WWF memuji fatwa ini sebagai yang pertama di dunia dari jenisnya dan akan dipadukan dengan program pendidikan untuk membantu masyarakat menerapkannya. National Geographic Society, lembaga nirlaba ilmiah dan pendidikan terbesar di dunia yang telah mengilhami orang untuk peduli pada planet ini juga menyebut fatwa ini belum pernah terjadi sebelumnya. Fatwa yang pertama dikeluarkan terhadap perdagangan satwa liar. Kelompok konservasi di Indonesia juga merayakan keputusan MUI untuk mengeluarkan fatwa dan berharap perhatian dari para pemimpin agama akan membantu mendukung upaya untuk melindungi satwa liar Indonesia. Tidak ktinggalan juga The American Muslim (TAM) situs yang dibentuk 1989 untuk untuk mendukung dan mengenali Muslim Amerika, ikut menyebarkan fatwa ini dan menyebutnya sebagai perkembangan penting bahkan TAM memuat lengkap 3 halaman pertama fatwa ini beserta ayat-ayat Qur’an didalamnya. Situs Internasional lain yang memuat fatwa ini termasuk SALON Media Group dari Sanfransisco, situs berita yang berfokus pada politik AS dan peristiwa terkini. Mereka menyebut fatwa ini sebagai fatwa pertama di dunia tentang perdagaangan satwa langka. Mereka mengutip pernyataan sekretaris komisi MUI Asrorun Ni'am Sholeh diantranya bahwa barang siapa menghilangkan satu nyawa, berarti ia membunuh satu generasi. Hal ini tidak terbatas pada manusia, tetapi juga mencakup makhluk Allah lainnya, terutama jika mereka mati sia-sia. Situs MONGABAY.COM, yang menerbitkan berita lingkungan, energi, informasi hutan tropis termasuk statistik pembalakan liar di berbagai negara, menulis: “Ulama Islam di Indonesia telah mendapat pujian dari kelompok konservasi setelah MUI mengeluarkan fatwa tentang perburuan dan perdagangan satwa liar”. Penggundulan hutan dan ekspansi kebun kelapa sawit juga telah mengambil korban pada satwa langka. Bulan lalu, tujuh gajah Sumatera ditemukan mati di perkebunan kelapa sawit ilegal di Taman Nasional Tesso Nilo, diyakini telah diracuni oleh staf perkebunan.


Namun sebagaimana anda mafhum fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tidak selalu ditanggapi serius oleh umat Islam Indonesia seperti fatwa yang mengharamkan rokok. Fatwa tidak mengikat secara hukum dan jarang menghasilkan perubahan kebijakan Pemerintah. Yang paling saya harapkan dan syukuri adalah melalui sambutan luas fatwa ini, sejumlah ayat Qur’an dan hadith tentang perlindungan ekosistem dibaca oleh masyarakat ilmiah Barat yang saya yakin tidak pernah mereka sangka ada sebelumnya. Mereka yang hanya hanya mengasosiasikan Islam dengan terorisme dan penjajahan kaum wanita. Semoga Allah membuka hati mereka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar