APAKAH REJEKI SAYA TERTUKAR?
Oleh: Jum’an
Bukankah sudah sewajarya bahwa hal-hal yang baik dialami
oleh orang baik dan hal-hal buruk akan menimpa orang jahat? Yang bekerja giat, jujur,
yang suka memberi, yang cinta sesama, seharusnya hidup lebih sejahtera
dibanding mereka yang curang, suka menipu dan melecehkan orang lain? Bukankah
begitu kehendak Allah menurut pemahaman banyak orang? Tetapi mengapa Allah membiarkan
banyak hal baik terjadi pada orang jahat dan banyak hal buruk justru menimpa
orang baik? Tidak jarang porsi yang sudah jelas merupakan milik orang baik, tidak
dapat dinikmati tanpa harus mereka rebut terlebih dahulu. Dilain pihak penipu
pajak, perusak lingkungan dan koruptor hidup hidup nikmat nyaman sejahtera. Kadang
kadang kita tidak faham bagaimana cara Allah membagi rejeki. Sepertinya banyak
yang tertukar-tukar! Mungkin dalam kehidupan duniawi ini Allah menggunakan rumus
yang sama untuk seluruh umat manusia: yang beriman dan yang tidak, yang jahat
maupun yang baik. Siapa cepat dia dapat; siapa kuat akan bertahan. Tidak ada
subsidi, tidak ada prioritas. Terserah pada niat dan tindakan masing-masing. Itulah
barangkali rumus ilmu hidup didunia. “Barang
siapa menginginkan dunia maka ada ilmunya. Barangsiapa menginginkan
akhirat maka ada ilmunya. Demikian sabda Rasulullah SAW. Jangan kecil hati
kalau anda yang merasa sebagai orang yang baik terpaksa menderita dan sengsara.
Yang akan memberikan hasil bukanlah semata-mata tindakan tetapi justru niat
dibelakangnya. Niatlah
yang melahirkan realitas. “Segala amal itu tergantung niatnya, dan
setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” Hadis shahih ini dikatakan oleh
Imam Syafi’i mencakup sepertiga ilmu karena perbuatan manusia terdiri dari niat
didalam hati, ucapan dan tindakan, sedangkan niat merupakan salah satu dari
tiga bagian itu. Seperti tak bisa diartikan lain bahwa bukan tindakan yang kita
lakukan tapi niat (kesadaran) dibelakangnya yang menjadikan pengalaman kita. Jika
orang serakah percaya mereka layak atau mampu menciptakan kekayaan, merekapun
akan mengalaminya.
Anda yang begitu
berhati-hati, hanya makan makanan yang terpilih, bergizi dan seimbang masih
juga gemuk dan penyakitan. Sementara orang lain melahap semua yang dia suka,
tetap saja ramping dan bugar. Ada yang berpendapat bahwa itu disebabkan faktor
keturunan atau genetika, tapi penemuan terbaru dalam epigenetik
mengungkapkan bahwa gen tidak mengontrol tubuh kita, justru lingkungan sel yg
mengontrol. Dan apa yang mengontrol lingkungan sel kita? Kesadaran kita, niat kita. Ilmu Psikoneuroimunologi
dapat menjelaskan bagaimana pikiran
kita menimbulkan impuls kimia dan listrik yang kemudian mengirimkan perintah ke
sel-sel dalam tubuh kita, bagaimana pikiran menjelma menjadi tindakan. Berlaku
sama bagi yang adil dan yang serakah! Tindakan memang penting untuk menjelmakan
sesuatu, tetapi seperti kata hadis diatas, kita hanya akan memperoleh apa yang
kita niatkan.
Penderitaan bukanlah pengertian yang berdiri sendiri. Kita
mengenal arti penderitaan hanya karena kita mengenal pengertian tentang
kesenangan, seperti kita mengenal arti keburukan karena terjalin erat dengan
arti yang sebaliknya, yaitu kebaikan. Tanpa penderitaan, kesenangan juga akan
tidak berarti. Tetapi untuk mengandaikan bahwa kita semua bernasib sama tak ada
yang senang dan tak ada yang susah, tidak mungkin karena bertentangan dengan
kenyataan hidup kita sebagai manusia. Karena kita mempunyai akal dan hati nurani,
kita mengenal untung dan rugi, mengenal kenikmatan dan penderitaan. Penderitaan
memang menyakitkan tapi karena pengertiannya terkait dengan kesenangan, orang
baik yang menderita tidak selalu berarti tidak adil. Kecuali bila penderitaan
ada sendirian, tanpa kaitan dengan kesenangan. Kehidupan Nabi Muhammad SAW, suri
tauladan kita yang dijamin sebagai ahli surga juga tidak sepi dari penderitaan
sebagaimana manusia lainnya. Beliau mengajarkan, ketika hal-hal buruk terjadi
pada orang baik - atau siapa saja - untuk menjaga kesabaran ketika merasakan kesedihan,
dan untuk menjaga kepercayaan pada Allah. Nasehat itu tertuang dalam surat
bela sungkawa (takziah) Rasulullah kepada sahabatnya Mu’adz bin Jabal ketika putranya meninggal. Surat yang
sangat bermakna itu diantaranya berbunyi demikian: “.…………..
bahwa jiwa, harta, dan anak-anak kita semua itu pemberian Allah yang
menyenangkan hati dan pinjamanNya yang dititipkan, kita bersenang-senang dengan
semua itu sampai kepada masa yang ditentukan dan akan ditarik kembali pada
waktu yang ditentukan. Kemudian Allah mewajibkan kita bersyukur jika diberi dan
sabar jika diuji, dan putramu itu berasal dari pemberian Allah yang
menyenangkan dan pinjamannya yang dititipkan, Allah telah memuaskan engkau
dengan kesenangan dan kini diambil oleh Allah dengan jaminan pahala yang besar jika
engkau sabar dan ikhlas. Karena itu, wahai Mu’adz, jangan sampai duka hatimu
menghilangkan pahalamu sehingga kau akan menyesali apa yang terlepas dari
tanganmu dan andaikan engkau mengetahui pahala musibahmu, niscaya akan
mengetahui bahwa musibah itu kecil (dibanding pahala bila bersabar). Dan
ketahuilah bahwa dukacita ini tidak dapat mengembalikan orang yang telah mati
dan tidak bisa mengurangi kesedihan karena itu hilangkan susahmu dengan apa
(pahala/anugerah) yang akan turun padamu, seakan-akan sudah turun. Wassalam “
Mungkin rejeki saya tidak tertukar, mungkin mereka
memang lebih berhak dari saya. Rejeki tak pernah tertukar. la mani'a lima a'thoita,
wala mu'tia lima mana'ta. Tak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan
dan tak ada yang mampu memberi apa yang Engkau cegah. Dan penderitaan ini harus
kita rasakan; masih bukan apa-apa dibanding kenikmatan yang kita terima.
Sabaaar……….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar