25/04/17

MBAKYU SAYA BERBEDA PARTAI


MBAKYU SAYA BERBEDA PARTAI
Oleh: Jum’an

Dua mbakyu saya yang oleh teman-teman saya dipanggil dengan Yupatmah dan Yunur, sebagaimana wanita baik-baik dikeluarga kita, mempunyai pernik-pernik mutiara yang pantas dicatat dalam hidupnya. Bukan saya menyanjung kedua almarhumah kakak perempuan saya itu, karena kita sama-sama tahu, dalam kehidupan yang serba kekurangan banyak niat baik tak terlaksana dan silang sengketa mudah terjadi.
Penderitaan masa kanak-kanak dizaman revolusi, wabah penyakit, musim paceklik dan tekanan kehidupan lainnya telah menempa mereka tahan penderitaan dan kuat menjalani hidup. Keduanya hanya bersekolah sampai Sekolah Rakyat kelas tiga ditambah khatam Qur’an. Meskipun masa kanak-kanak dan remajanya dijalani bersama, keduanya tumbuh menjadi dua pribadi yang khas dan berbeda dimasa tua mereka.

Yupatmah, yang langsing dimasa mudanya menjadi wanita kurus beranak enam memilih tinggal di Banyumas, membuka warung kecil didepan pasar. Ia pengikut Muhammadiyah yang taat, serius dan sangat anti bid’ah. Ia mendirikan mushola (satu-satunya dilingkungan yang kebanyakan abangan) yang sampai sekarang menjadi ampiran pedagang pasar Banyumas untuk solat lohor dan untuk anak-anak mengaji sehabis maghrib. Yupatmah pekerja yang ulet, hemat dan melindungi anak-anaknya lebih dari apapun. Ia sinis terhadap kebanyakan pengemis yang berbadan sehat, yang dianggapnya mengemis hanya karena malas.

Ketika gigi atas tengahnya lepas, saya usulkan supaya pasang gigi palsu biar nampak “cantik”. Dia jawab: Nggak. Takut sulit matinya – lagipula ompongnya tidak mengurangi kefasihan melafalkan ayat qur’an kalau mengajar ngaji. Diakhir hayatnya ia berpesan supaya tidak ada bunga-bunga, tidak boleh ada masak-masak dirumah. Ketika anak-anak menangisinya dirumah sakit, ia mengatakan: tidak usah menangis. Semua sudah ada aturannya , semua sudah ada ketentuannya.

Sementara itu Yunur yang tinggal di Jakarta, beranak dua orang dan tetap berbadan gemuk seperti waktu anak-anak dulu. Setiap Jum’at pagi ia suka duduk didepan pintu dengan segepok uang receh, menjemput puluhan perempuan pengemis yang selalu lewat beberapa rombongan. Ia membiayai Yupatmah naik haji dan mengirimkan uang bulanan untuk pengurus musholanya di Banyumas. Usholli dan bacaan solatnya tetap yang berasal dari guru ngajinya didesa dulu. Dia selalu datang kalau diundang yasinan atau tahlil tetangga. Pokoknya dia tidak main prinsip. Sangat suka membaca koran, nonton TV, bahkan tahu banyak tentang lakon-lakon pewayangan. Teman-teman saya dan juga teman-teman anaknya kebanyakan akrab dengan dia. Ia juga mengikuti berita-berita politik, bahkan pernah mempertanyakan kenapa saya seperti kurang senang waktu Presiden Suharto jatuh.

Suatu kali, pagi-pagi buta ada perempuan kurus minta dibukakan pintu dan karena disangka pengemis, Yunur tidak mau membukakan. Dengan bahasa Banyumas yang medok perempuan itu membentak ” He..ini Patmah mbakyumu, bukan pengemis..” Peristiwa itu dikenang seluruh keluarga sampai sekarang.
Kalau sedang bete Yupatmah suka ke Jakarta tinggal beberapa minggu. Kalau dilihatnya Yunur membagi-bagi uang receh untuk pengemis, dia mencolek saya: Lihat itu mbakyumu.. sama sekali tidak mendidik.. memberi kok pengemis malas”
“Siapa yang mau menerima mereka kerja.. kalau bisa kerja tentu mereka tidak mengemis” jawab Yunur.

Ah memang kedua mbakyu saya beda partai. Tapi tidak apa. Yang sering, mereka justru saling mengagumi dan sayang satu sama lain, yang satu dengan pengetahuan populernya, yang satu dengan fanatik Muhammadiahnya.

(Ini adalah tulisan ulangan th 2009)

14/04/17

HURUF ARAB MENAKUTKAN


HURUF ARAB JADI MENAKUTKAN
Oleh: Jum’an

Hajer Sharief(24th) adalah seorang aktivis perdamaian, deradikalisasi dan anti kekerasan dari Libia. Anggota kelompok penasehat PBB tentang resolusi Dewan Keamanan 2250 yang ditunjuk oleh Sekjen Dewan Keamanan Bank-ki Moon serta pengacara Yayasan Kofi Annan “Extremely Together”. Ia juga penerima Penghargaan Mahasiswa untuk Perdamaian 2017. Suatu hari ia ia duduk di coffee shop di Inggris sambil membaca sebuah buku yang ditulis dalam bahasa Arab. Karena merasa bĂȘte, ia menaruh bukunya diatas meja dan keluar sebentar untuk menghirup udara segar . Tiba-tiba datang seorang pria Inggris setengah baya yang tadi duduk dimeja sebelah menghampirinya  dan berkata: “Anda meninggalkan buku anda diatas meja!” Hajer pun mengucapkan terima kasih kepadanya karena pria itu mungkin mengira ia lupa meninggalkan buku itu. Tapi pria itu meneruskan: “Tapi buku itu berbahasa Arab! Anda tidak boleh meninggalkannya di meja seperti iu!  Anda tahu bahayanya!
Hajerpun merasa tersadar. Pria itu bukan mencoba mengingatkan bahawa bukunya tertinggal saja! Tapi memperingatkan bahwa orang tidak boleh meninggalkan buku berbahasa Arab di atas meja, karena akan akan menyebabkan orang merasa terancam keamanannya!
Jadi Hajer bertanya apakah masalahnya bukan ia meninggalkan buku di atas meja, tetapi karena buku itu ditulis dalam bahasa Arab? “Ya! Buku yang ditulis dalam bahasa Arab ditinggal di atas meja, Anda tahu apa artinya, itu akan akan membuat orang merasa khawatir”, lalu pria itu melenggang pergi.
Meluasnya Islamofobia didunia Barat jelas telah membangkitkan kebencian terhadap Arab yang begitu saja mereka asosiaikan dengan Islam dan bahkan terorisme. Ditambah lagi dengan ketidak-tahuan mereka akan tulisan dan bahasa Arab. Timbullah anggapan bahwa huruf Arab pasti berkaitan dengan Islam dan terorisme. ISIS telah membajak dua kalimat syahadat Islam menjadi lambing mereka. Padahal kedua kalimat syahadat itu merupakan ikrar dasar semua umat Islam bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasulNya. Dengan menuliskannya dengan bentuk huruf tertentu diatas kain hitam timbul kesan bahwa ISIS lah penguasa kalimat syahadat itu. Setidak-tidaknya begitulah yang mereka kehendaki. Bukankah bendera kerajaan Saudi Arabia yang anti ISIS juga bertuliskan kedua laimat syahadat? Demikian pula dirumah-rumah umat Islam Indonesia tulisan itu banyak terlihat? 

Tetapi Hajer Sharif merasa cukup beruntung bertemu pria yang rendah hati itu yang hanya ingin memberi saran, dan Hajer ingin menyampaikan kepada semua pembacanya yang mungkin memiliki buku-buku bahasa Arab. Seandainya pria itu seorang islamofobis yang ekstrim, kejadiannya tidak akan se-aman itu!

20/08/16

HILANG IMAN DI OLIMPIADE?


HILANG IMAN DI OLIMPIADE?
Oleh: Jum’an

Demi cita-cita mulia untuk merebut medali Olimpiade 2016 di Rio De Janeiro, tim bola tangan wanita Argentina selalu berdoa, berdoa dan berdoa. Menuurt pelatihnya,  Eduardo Peruchena, seminggu sebelum pertandingan mulai mereka secara keseluruhan menghabiskan waktu 66 jam untuk bermeditasi dan berdoa. Tetapi apa hendak dikata mereka kalah dalam semua pertandingan mereka. Demikian pula tim voli putra dari Mexico. Apakah Tuhan sengaja menghendaki mereka begitu? Jika benar Tuhan memilih pemenang dalam olah raga, berarti tim bola tangan wanita Argentina dan tim voli pria Meksiko ini pasti sangat kecewa. Sekarang semua anggota dari kedua tim menyerah tentang iman Kristiani mereka. Karena berdoa jelas tidak ada hasilnya, mungkin lebih baik mengurangi berdoa dan lebih banyak berlatih. Begitu kata sang pelatih.

Tim bola tangan wanita Argentina dikalahkan oleh tim-tim dari Rusia, Korea Selatan, Swedia, Belanda dan Perancis; negara-negara yang yang paling tidak relijius didunia. "Kami yakin lawan-lawan kami bahkan tidak meminta apapun dari Tuhan. Jika Tuhan tidak mau memberi kenikmatan untuk umatnya sendiri, bagaimana kita akan memihak Dia?" Pelatih tim Meksiko Jorge Azair setuju dengan Eduardo dan ia mengatakan: “Dalam Olimpiade 2020 di Tokio nanti, kita akan bersaing sebagai orang-orang ateis." Para atlet pemenang medali banyak yang menyatakan bahwa iman mereka kepada Tuhanlah  penyebab kemenangan mereka, sementara mereka yang tidak berhasil terpuruk oleh dua kekecewaan: sudah kalah, masih dibilang bahwa Tuhan masih terus menguji mereka!

Jorge memberi nasehat begini: “Kalahkan mereka di depan net, kalahkan mereka dengan dengan serve dan blocking anda. Jangan mengkaitkan kesuksesan anda dengan yang Maha Kuasa OK? Ini tidak akan menghalangi kemenangan anda, dan mungkin menyelamatkan yang kalah dari kehilangan iman. Sumber: Olympics squads lose.

24/06/16

KERUDUNG SIMPATI LARYCIA


KERUDUNG SIMPATI LARYCIA
Oleh: Jum’an

Profesor Dr. Larycia Hawkins (kita singkat Larycia), wanita kulit hitam 43 tahun yang berwajah manis dengan senyum ekspresif – adalah Profesor Ilmu Politik Wheaton College (singkat Wheaton), Illinois AS, sebuah perguruan tinggi Kristen Evangelis (Pengabar Injil, Protestan konservatif), almamater Billy Graham penginjil Amerika yang pernah terkenal disana. Larycia adalah Guru Besar tetap wanita kulit hitam pertama di perguruan tinggi itu. Pada Desember 2015, ia menjadi pusat kontroversi yang menggegerkan dunia Kristen Amerika. Ia meposting foto dirinya waktu kebaktian di Gereja Chicago dalam Facebooknya dengan mengenakan kerudung layaknya seorang muslimah. Dibawahnya tertulis komentar  “Islam dan Kristen meyembah Tuhan yag sama”.  Hal itu dilakukannya sebagai solidaritas terhadap wanita dan umat Islam yang mengalami tekanan akibat Islamofobi di negara itu.

Pada kesempatan lain ia menjelaskan:  “Saya mencintai jiran Muslim saya karena mereka layak dicintai berdasarkan martabatnya sebagai sesama manusia. Saya bersikap solider dalam kemanusiaan dengan mereka karena semula kita sama-sama diciptakan Tuhan dari tanah liat yang sama. Saya bersikap solider dalam agama dengan umat Islam karena mereka, seperti saya, seorang Kristen, adalah “people of the book” (ahlul kitab?). Dan seperti dikatakan Paus Fransiskus, kita menyembah Tuhan yang sama. Sebagai bagian dari ibadah Advent saya, saya akan memakai kerudung untuk bekerja di Wheaton, berjalan-jalan di kota, di gereja, di bandara dan dalam penerbangan.”

Wheaton College sebagai perguruan berdoktrin Protestan konservatif, penyebar utama Evangelisme, tidak suka stafnya mengatakan bahwa Islam dan Kristen menyembah Tuhan yang sama. Wheaton, dengan semboyan membentuk sarjana yang ilmiah dan iman yang mendalam mengalami dilema kerena sebagai pusat penyebaran ilmu liberal yang sekuler dan sekaligus berpegang pada doktrin agama yang konservatif akan banyak mengalami friksi internal. Kasus Larycia ini merupakan batu ujian. Memecat Larycia berarti bertentangan dengan semboyan kebebasan berfikir sedangkan mempertahankannya akan terasa melunakkan doktrin keimanan perguruan tinggi itu.

Larycia lalu dikenakan cuti administratif, sambil dipertimbangkan apakah pernyataannya “menyembah Tuhan yang sama” bertentangan dengan keyakinan dasar college atau tidak. Mula-mula ia akan diteruskan untuk tetap menjabat. Pernyataannya bahwa orang Islam dan Kristen keduanya termasuk people of the book dan bersama orang Yahudi sama-sama menyembah Tuhan dari Ibrahim, telah didukung oleh para teolog Evangelis sendiri. Tetapi otoritas Wheaton menganggapnya belum cukup; lalu mereka secara resmi mencopot dia dari posisinya. Pimpinan Wheaton meminta maaf secara terbuka dan menyampaikan apresiasi kepada Larycia yang disambut baik oleh Larycia.

Sengketa  itu memecah komunitas perguruan tinggi yang dianggap sebagai pegibar panji-panji Evangelisme Amerika itu. Sebagian besar menentang pemecatan itu, sebagian lagi setuju. Banyak alumni  yang mengingatkan bahwa pemecatan Larycia berpotensi melumpuhkan Wheaton. Di sisi lain, banyak juga mahasiswa dan dosen yang mendukung tindakan pemecatan itu. Muncul pula situs fitnah “Wheaton Islamic Center” yang mengaku bahwa situs itu, Larycia dan pendukungnya terkait dengan ISIS. Ada pihak-pihak yang menganggap komentar Facebook Larycia itu sebagai pengkhianatan terhadap Umat Kristen Timur Tengah yang telah dianiaya oleh umat Islam, sementara yang lain percaya bahwa komentarnya mencerminkan hubungan Larycia dengan Islam. Yang lain mengkritik perguruan tinggi itu yang terburu-buru membawanya ke pers lebih dulu. Semua itu menunjukkan betapa meresahkannya masalah ini. Perdebatan para teolog Evangelis berkisar tentang bagaimana keyakinan Kristen tentang Trinitas, yaitu Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Roh Kudus, berbeda dari Tuhan Islam dan Yahudi. Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik telah mengajarkan bahwa kaum Muslimin dan Kristen menyembah satu Tuhan, meskipun mereka melihat Yesus berbeda.

Menurut Beniamin Corey, Evangelisme yang awalnya lahir sebagai penentang fundamentalisme, sekarang sama saja. Mereka dapat disebut sebagai fundamentalisme masa kini. Ibarat anak yang bersumpah tidak akan meniru bapaknya tapi 20 tahun kemudian baru menyadari bahwa wajahya sama persis dengan bapaknya. Menurut Corey alasan yang sebenarnya pemecatan Larycia bukanlah apakah pernyataan Larycia “Islam dan Kristen menyembah Tuhan yang sama” bertentangan dengan doktrin iman Wheaton tetapi karena Wheaton menganggap Larycia “Mencintai Musuh Bersama”. Top of Form
Perekat yang menyatukan kaum fundamentalis bersama menurut Corey adalah kesepakatan untuk melawan musuh bersama dan Larycia telah menolak gagasan bahwa Muslim adalah musuh bersama. Bagi Evangelis di Amerika jelas bahwa Islam adalah musuh besar mereka masa kini. Sehingga kata-kata Larycia bahwa dia "berdiri dalam solidaritas" dengan umat Islam adalah pengkhianatan terhadap salah satu keyakinan terdalam mereka, dan ini (bagi mereka) membuatnya tidak dapat dipercaya. Meskipun mereka akhirnya sepakat untuk "berpisah" dengan saling menghormati tapi banyak hal yang ditutup-tutupi. Misalnya pertanyaan teologis apakah umat Kristen dan Muslim "menyembah Tuhan yang sama" tetap belum terselesaikan karena baik Larycia maupun otoritas Wheaton keduanya tidak mau mundur.

Pdt Dr David Gushee, Direktur Pusat Teologi Universitas Mercer mengatakan, pemecatan Larycia ini merupakan berita buruk bagi Evangelisme Amerika. Telah terbentuk front yang siap membela Larycia dan front Evangelis yang siap melawan. Saya pribadi menolak berpihak dengan sisi Kristen Evangelis Amerika yang bersiap melawan Larycia. Saya akan berjuang, bersama banyak orang lain, untuk versi iman Kristen yang lebih baik dari daripada yang mereka tawarkan. Banyak pengamat khawatir, Wheaton akan selalu tunduk kepada alumni konservatif yang banyak menyumbangnya, orang-orang yang menjaga dompet dan arah teologis dari perguruan tinggi itu.


Sejak Maret 2016 Larycia bergabung dengan Universitas Virginia, menangani  penelitian Proyek Pluralisme serta Proyek Ras, Agama dan Kebudayaan. "Profesor Larycia mempunyai wawasan yang tajam tentang hubungan agama dan ras dan akan sangat memperkaya pengetahuan kami dlm bidang ini," kata James Davison Hunter, direktur eksekutif dan pendiri lembaga itu. "Kami beruntung memiliki kesempatan untuk menyambut dia di sini." Pada tahun 2007, Larycia pernah menjadi penliti di UVA tentang sejarah kepresidenan, kebijakan, dan politik. Demikian kisah Larycia yang berjanji akan terud memakai kerudungnya.