KERUDUNG SIMPATI LARYCIA
Oleh: Jum’an
Profesor Dr. Larycia Hawkins (kita singkat Larycia),
wanita kulit hitam 43 tahun yang berwajah manis dengan senyum ekspresif –
adalah Profesor Ilmu Politik Wheaton College (singkat Wheaton), Illinois AS, sebuah perguruan tinggi Kristen Evangelis (Pengabar
Injil, Protestan konservatif), almamater Billy Graham penginjil Amerika yang pernah
terkenal disana. Larycia adalah Guru Besar tetap wanita kulit hitam pertama di
perguruan tinggi itu. Pada Desember 2015, ia menjadi pusat kontroversi yang
menggegerkan dunia Kristen Amerika. Ia meposting foto dirinya waktu kebaktian
di Gereja Chicago dalam Facebooknya dengan mengenakan kerudung layaknya seorang
muslimah. Dibawahnya tertulis komentar
“Islam dan Kristen meyembah Tuhan yag sama”. Hal itu dilakukannya sebagai solidaritas
terhadap wanita dan umat Islam yang mengalami tekanan akibat Islamofobi di
negara itu.
Pada kesempatan lain ia menjelaskan:
“Saya mencintai jiran Muslim
saya karena mereka layak dicintai berdasarkan martabatnya sebagai sesama
manusia. Saya bersikap solider dalam kemanusiaan dengan mereka karena semula kita
sama-sama diciptakan Tuhan dari tanah liat yang sama. Saya bersikap solider
dalam agama dengan umat Islam karena mereka, seperti saya, seorang Kristen,
adalah “people of the book” (ahlul kitab?). Dan seperti dikatakan Paus Fransiskus,
kita menyembah Tuhan yang sama. Sebagai bagian dari ibadah Advent saya, saya
akan memakai kerudung untuk bekerja di Wheaton, berjalan-jalan di kota, di
gereja, di bandara dan dalam penerbangan.”
Wheaton College sebagai perguruan
berdoktrin Protestan konservatif, penyebar utama Evangelisme, tidak suka
stafnya mengatakan bahwa Islam dan Kristen menyembah Tuhan yang sama. Wheaton, dengan
semboyan membentuk sarjana yang ilmiah dan iman yang mendalam mengalami dilema
kerena sebagai pusat penyebaran ilmu liberal yang sekuler dan sekaligus berpegang
pada doktrin agama yang konservatif akan banyak mengalami friksi internal. Kasus
Larycia ini merupakan batu ujian. Memecat Larycia berarti bertentangan dengan
semboyan kebebasan berfikir sedangkan mempertahankannya akan terasa melunakkan
doktrin keimanan perguruan tinggi itu.
Larycia lalu dikenakan cuti
administratif, sambil dipertimbangkan apakah pernyataannya “menyembah Tuhan
yang sama” bertentangan dengan keyakinan dasar college atau tidak. Mula-mula ia
akan diteruskan untuk tetap menjabat. Pernyataannya bahwa orang Islam dan
Kristen keduanya termasuk people of the book dan bersama orang Yahudi sama-sama
menyembah Tuhan dari Ibrahim, telah didukung oleh para teolog Evangelis sendiri.
Tetapi otoritas Wheaton menganggapnya belum cukup; lalu mereka secara resmi mencopot
dia dari posisinya. Pimpinan Wheaton meminta maaf secara terbuka dan
menyampaikan apresiasi kepada Larycia yang disambut baik oleh Larycia.
Sengketa itu memecah
komunitas perguruan tinggi yang dianggap sebagai pegibar panji-panji Evangelisme
Amerika itu. Sebagian besar menentang pemecatan itu, sebagian lagi setuju. Banyak
alumni yang mengingatkan bahwa pemecatan
Larycia berpotensi melumpuhkan Wheaton. Di sisi lain, banyak juga mahasiswa dan
dosen yang mendukung tindakan pemecatan itu. Muncul pula situs fitnah “Wheaton
Islamic Center” yang mengaku bahwa situs itu, Larycia dan pendukungnya terkait
dengan ISIS. Ada pihak-pihak yang menganggap komentar Facebook Larycia itu
sebagai pengkhianatan terhadap Umat Kristen Timur Tengah yang telah dianiaya
oleh umat Islam, sementara yang lain percaya bahwa komentarnya mencerminkan
hubungan Larycia dengan Islam. Yang lain mengkritik perguruan tinggi itu yang
terburu-buru membawanya ke pers lebih dulu. Semua itu menunjukkan betapa
meresahkannya masalah ini. Perdebatan para teolog Evangelis berkisar
tentang bagaimana keyakinan Kristen tentang Trinitas, yaitu Tuhan Bapa, Tuhan Anak
dan Roh Kudus, berbeda dari Tuhan Islam dan Yahudi. Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik telah mengajarkan bahwa kaum Muslimin
dan Kristen menyembah satu Tuhan, meskipun mereka melihat Yesus berbeda.
Menurut
Beniamin Corey, Evangelisme yang awalnya lahir sebagai penentang
fundamentalisme, sekarang sama saja. Mereka dapat disebut sebagai fundamentalisme
masa kini. Ibarat anak yang bersumpah tidak akan meniru bapaknya tapi 20 tahun
kemudian baru menyadari bahwa wajahya sama persis dengan bapaknya. Menurut
Corey alasan yang sebenarnya pemecatan Larycia bukanlah apakah pernyataan
Larycia “Islam dan Kristen menyembah Tuhan yang sama” bertentangan dengan
doktrin iman Wheaton tetapi karena Wheaton menganggap Larycia “Mencintai Musuh
Bersama”.
Perekat yang menyatukan kaum
fundamentalis bersama menurut Corey adalah kesepakatan untuk melawan musuh
bersama dan Larycia telah menolak gagasan bahwa Muslim adalah musuh bersama. Bagi
Evangelis di Amerika jelas bahwa Islam adalah musuh besar mereka masa kini.
Sehingga kata-kata Larycia bahwa dia "berdiri dalam solidaritas"
dengan umat Islam adalah pengkhianatan terhadap salah satu keyakinan terdalam
mereka, dan ini (bagi mereka) membuatnya tidak dapat dipercaya. Meskipun mereka
akhirnya sepakat untuk "berpisah" dengan saling menghormati tapi
banyak hal yang ditutup-tutupi. Misalnya pertanyaan teologis apakah umat Kristen
dan Muslim "menyembah Tuhan yang sama" tetap belum terselesaikan
karena baik Larycia maupun otoritas Wheaton keduanya tidak mau mundur.
Pdt
Dr David Gushee, Direktur Pusat
Teologi Universitas Mercer mengatakan, pemecatan Larycia ini merupakan berita
buruk bagi Evangelisme Amerika. Telah terbentuk front yang siap membela Larycia
dan front Evangelis yang siap melawan. Saya pribadi menolak berpihak dengan
sisi Kristen Evangelis Amerika yang bersiap melawan Larycia. Saya akan
berjuang, bersama banyak orang lain, untuk versi iman Kristen yang lebih baik
dari daripada yang mereka tawarkan. Banyak pengamat khawatir, Wheaton akan
selalu tunduk kepada alumni konservatif yang banyak menyumbangnya, orang-orang
yang menjaga dompet dan arah teologis dari perguruan tinggi itu.
Sejak Maret 2016 Larycia bergabung
dengan Universitas Virginia, menangani
penelitian Proyek Pluralisme serta Proyek Ras, Agama dan Kebudayaan. "Profesor
Larycia mempunyai wawasan yang tajam tentang hubungan agama dan ras dan akan
sangat memperkaya pengetahuan kami dlm bidang ini," kata James Davison
Hunter, direktur eksekutif dan pendiri lembaga itu. "Kami beruntung
memiliki kesempatan untuk menyambut dia di sini." Pada tahun 2007, Larycia
pernah menjadi penliti di UVA tentang sejarah kepresidenan, kebijakan, dan
politik. Demikian kisah Larycia yang berjanji akan terud memakai kerudungnya.