19/11/12

PENCEMAS KRONIS


Oleh: Jum'an

Inilah kebodohan sebagian orang termasuk saya: berulang-kali terperosok pada lubang yang sama. Sudah berhati-hati supaya terhindar tetapi tetap saja terjadi. Rusdi, sohib saya yang telah lama menjalani cangkok ginjal mengaku bahwa pada tahun-tahun pertama, setiap bulan ia selalu dihantui rasa takut yang mencekam setiap kali harus membaca hasil test darah bulanannya. Angka yang paling menentukan didalamnya adalah kadar ureum dan kreatinin yang katanya merupakan indikator keselamatan ginjal cangkoknya. Bila kedua angka itu terus naik dari bulan-bulan sebelumnya, itu pertanda bahwa keselamatan ginjal, tubuh dan bahkan nyawanya terancam. Pertanda kemungkinan kiyamatnya sudah dekat. Wajarlah kalau dia ketakutan. Maka amplop itu tidak segera ia buka. Digenggamnya berlama-lama, duduk menyendiri sambil merenung, bagaimana kalau kedua angka itu ternyata melonjak tinggi. Ginjal tidak lagi berfungsi, badan membengkak, nafas sesak dan selanjutnya dan selanjutnya. Padahal banyak kesenangan yang sedang ia nikmati, banyak dosa yang belum ditebus katanya.  "Allah pasti menolong saya .....tetapi Dia juga maha penentu ajal setiap saat!" Harapan dan ketakutan muncul silih berganti; melelahkan menguras fikiran dan semangat hingga badan terasa lunglai seperti benang basah. Tetapi kalau sudah takdir mau apa? Toh hasil test itu harus ia baca dan diserahkan kepada dokter. Begitu terus menerus ia tersiksa oleh ketakutan kiyamat dari bulan ke bulan. Apa yang ia khawatirkan belum terjadi dan baru berupa bayangan tetapi semangat dan tenaganya serasa habis terkuras. Dan kenyataannya tak pernah terbukti.
Ketakutan itu muncul karena dia membayangkan hasil test yang memburuk, bayangan yang ia buat sendiri artinya dia sendirilah yang menciptakan ketakutan (yang mungkin tidak perlu) itu. Katanya ia tidak mungkin membayangkan hasil yang memuaskan karena kimia darah maupun pengujiannya semua diluar jangkauannya. Seperti rasa tersiksa sorang ibu ketika anaknya berada diruang ICU, tak ada yang bisa ia perbuat sedikitpun untuk menolong karena semua diluar wewenangnya. Sebenarnya Apabila Rusdi membayangkan hasil test darahnya akan baik, maka semua siksaan itu tidak pernah akan ada. Barangkali manusia memang makhluk aneh yang lebih banyak tersiksa oleh ketakutan yang mereka bayangkan daripada penderitaan yang riil? Ataukah Rusdi dan sebagian orang termasuk saya adalah pencemas yang kronis?
Itu salah satu contoh dari banyak penderitaan Rusdi yang katanya tidak pernah berhenti sepanjang waktu. Berikut contoh khas dari saya yang senasib. Belum lama ini, rekan saya pamit mau “periksa” ke rumah sakit. Tetapi ia tidak pulang dan tidak bisa dihubungi sampai malam. Mobilnya ada ditempat parkir RS tetapi resepsionis mengatakan dia sudah lama keluar dari kamar dokter. Imajinasi saya, begitu mau masuk mobil ia diculik dan mungkin dianiaya. Bayangan saya sangat beralasan mengingat jabatan vitalnya diperusahaan. Rasa cemas dan ketakutan saya juga beralasan. Kalau dia tewas dianiaya penculik, perusahaan akan segera lumpuh dan pintu rejeki saya tertutup dalam waktu tidak lama. Syukurlah hal itu tidak benar-benar terjadi. Singkat cerita rekan saya aman sehat wal-afiat, dan gaji bulanan saya juga aman sampai saat ini.
Semua salah sendiri! Begitu mungkin kata anda. Bodoh dan sia-sia. Tetapi bagi saya, bagi Rusdi dan pencemas kronis yang lain, semua proses berjalan wajar, beralasan dan merupakan pilihan. Bukan bodoh dan tidak sia-sia. Rasa tersiksa, cemas, takut dan lemas terkuras itu justru merupakan moment untuk berdekatan dengan yang Maha Kuasa. Saatnya kita bersedu-sedan, terisak-isak menangis, memohon dan menyerahkan nasib sepenuhnya. Bukankah itu sesuatu yang berarti? Dan ketika esok hari siksaan tidak datang, rasa syukur kita akan berlipat. Lebih baik tersiksa oleh ketakutan yang mencekam tetapi lepas dari penderitaan yang nyata. Dengan bonus beberapa saat berdekatan denganNya. 

SENTUHAN WANITA DAN RISIKO PERSELINGKUHAN

Oleh: Jum'an

Seorang jendral, bintang lima sekalipun, waktu kecil menetek kepada ibunya. Belaian dan sentuhan sang ibu memberikan kemesraan dan perasaan aman baginya. Ini membantu membangkitkan rasa petualangan sang anak; menjadi lebih berani mengambil risiko ketika menghadapi situasi yg tidak biasa. Apakah sentuhan dan belaian itu tetap membekas ketika anak itu tumbuh menjadi dewasa, ketika ia sudah menjadi panglima atau calon presiden? Konon memang demikian. Sentuhan fisik wanita seperti yang pernah ia rasakan dalam pelukan ibu tetap memberikan rasa aman dihati dan membangkitkan keberanian untuk mengambil risiko yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan oleh Jonathan Levav dari Univ. Columbia dan Jennifer Argo dari Univ. Alberta menemukan bahwa sentuhan fisik seorang wanita seperti tepukan dipunggung, meningkatkan toleransi risiko seorang pria. Laki-laki akan mempertaruhkan uang yang lebih besar dalam perjudian jika seorang wanita menepuk mereka dari belakang, lebih dari jika hanya berjabatan tangan atau diajak berbicara atau bila tepukan itu dilakukan oleh seorang pria. Mereka merasa lebih aman dan berani mengambil risiko yang lebih besar dari mereka yang tidak memperoleh sentuhan - tetapi hanya jika sentuhan itu dilakukan oleh seorang wanita.  Penelitian ini menyimpulkan bahwa sentuhan seorang wanita sama dampaknya pada seorang dewasa seperti halnya pada bayi: membuat mereka merasa aman dan lebih berani mengambil risiko.

Penelitian lain oleh Michael Baker dari Eastern California Univ. bahkan membuktikan bahwa laki-laki yang bermain blackjack setelah melihat wajah wanita cantik mengambil risiko lebih besar daripada mereka yang bermain setelah melihat wajah yang tidak menarik. Bila sedemikian ampuhnya efek sentuhan dan pengaruh seorang wanita, alangkah besar berkah maupun bahayanya. Bagi seorang prajurit yang baru pertama kali bertugas kemedan pertempuran, sentuhan tangan ibu dipunggung atau ciuman isteri ditangan menghilangkan semua rasa was-was dan gentar. Sebagaimana sebaliknya, sentuhan teman kencan anda dimeja judi mendorong anda memasang taruhan lebih besar yang dapat membuat anda jatuh miskin seketika. Pria dapat menjadi buta terhadap risiko ketika berdekatan dengan seorang wanita yang menarik hatinya, dan naluri kelaki-lakiannya membuat perhitungan "bagaimana kalau" ia berselingkuh dengannya. Perselingkuhan adalah hal yang tidak terpuji dari segi moral; tetapi menggairahkan dan menantang. Perselingkuhan yang tidak terbongkar adalah sukses ganda. Keluarga tetap bahagia dengan bonus tambahan gairah hidup baru! Demikian menggairahkannya sehingga orang mudah lupa akan risiko yang mungkin mennghadangnya.

Berikut adalah contoh terkini, bukti betapa wanita dapat membutakan pria dari risiko sebesar apapun. David Petraeus, pensiunan jendral bintang empat umur 60 tahun, direktur badan pusat intelejen negara adhi-daya - CIA, potensial sebagai capres AS pada pemilu 2016, sudah menikah 38 tahun dengan anak-anak yang sudah dewasa, berselingkuh dengan letnan kolonel Paula Broadwell, penulis otobiografinya yang 20 tahun lebih muda, ibu dua anak dari suami Dr. Scott Boradwell (43 th) ahli radiologi. Perselingkuhannya terbongkar gara-gara Paula mengancam saingan selingkuhnya Jill Kelley melalui e-mail gelap yang kemudian dilaporkannya ke FBI. FBI dengan kecanggihannya bukan saja dengan mudah menemukan si pengirim e-mail, tetapi sekaligus membongkar rahasia perselingkuhan antara Paula dengan sang jendral. Karir sang jendralpun pupus seketika dan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya 9 November lalu. Ia telah mengecewakan dirinya, keluarganya, bangsanya, negaranya serta menyalahi sumpah agamanya. Nasib Paula Broadwell tidak lebih baik karena ia sekarang dianggap sebagai biang kerok skandal militer Amerika

Kejahatan memang membawa serta hukumannya sendiri. Perbuatan jahat membuat otak pelakunya menjadi tumpul; lupa menghapus jejak, mengira orang lain bodoh. Ibarat pencuri yang ketinggalan dompet, ia memang minta dirinya untuk ditangkap…