MENGHITUNG RAKAAT TARAWIH
Oleh: Jum’an
Mencoba berkonsentrasi untuk memantau kwalitas kinerja
kita sendiri adalah kontraproduktif karena otak kecil kita, yang mengatur
gerakan yang komplek tidak mungkin kita akses dengan sadar dan disengaja.
Demikian menurut sebuah artikel dalam majalah Scientific
American. Membawa gelas penuh air sambil memikirkan caranya akan
membuat tangan kita bergoyang dan menumpahkannya; berpidato sambil memikirkan
bagamana cara memulainya bisa membuat kita tersedak. Karena itu koreografer
terkenal George Balanchine menasehati para penarinya “Don’t think, dear; just
do.” Jangan dipikir, lakukan saja! Bagi yang sudah terlatih melakukan sesuatu,
memikirkan apa yang sedang dilakukannya akan mengurangi kecermatan, menyebabkan
kesalahan dan kadang-kadang bahkan ketidak-berdayaan total. Gerakan gerakan
kita ternyata menunjukkan kemanjuran yang tidak kita sangka dan menjadikan kita
percaya diri. Begitulah kita melaksanakan salat sehari-hari dengan urutan
langkah yang tertib dari takbir hingga salam. Kita melakukan Salat
Intuitif dan Otomatis tanpa berkonsentrasi bagaimana memulai dan berpindah
dari satu rukun ke rukun berikutnya. Percaya diri dan tidak pernah tersesat ditengah
atau diperpindahan rakaat atau tersedak ketika membaca fatihah.
Tetapi stamina orang sedikit demi sedikit menurun dangan
bertambahnya usia. Otot mengendor, gigi goyah tulang melemah. Kita terpaksa
memakai alat-alat bantu seperti tongkat untuk berjalan, kacamata untuk melihat
dan hearing aid untuk mendengar. Demikian pula dengan performa ingatan kita. Macam-macam
cara orang untuk membangkitkan ingatan, mencegah kelupaan yang sering terjadi.
Pada bulan suci Ramadan dimana kita disunahkan melaksanakan salat tarawih yang
panjang setiap malam, saya ingin berbagi cara yang sangat pribadi dalam menjaga
ke 11 atau ke 23 rakaat seutuhnya. Bisa ditiru, tapi tidak perlu karena sperti
mengada-ada dan masing-masing kita memiliki cara sendiri-sendiri.
Saya hampir selalu melakukan tarawih sendirian, sambil
duduk di kursi karena keadaan. Orang seusia saya mudah tersesat melacak 11 rakaat
salat tarawih dengan pola 4 x 2 rakaat + 3 rakaat witir (apalagi yang tarawih
23 rakaat). Untuk menggambarkan betapa salat tarawih 11 rakaat itu tidak sederhana
dan perlu dikawal, kita tahu bawa rukun
salat ada 13 amalan, berarti dalam 11 rakaat (5 kali salam), kita harus
mengulang 65 amalan. Satu rakaat terdiri dari satu kali berdiri, satu kali ruku’,
dan dua kali sujud. Dalam dua rakaat saya membaca dua surat pendek yang
berbeda. Surat yang pertama tetap (surat An-Nas) dan surat yang kedua berbeda untuk
mempermudah mengingat saya berada di rakaat pertama atau kedua. Saya
menggunakan empat buah perangkat digital untuk mengontrol akurasi jumlah rakaat
yaitu dua buah remote control TV, sebuah hand-phone dan sebatang stylus pen.
Alasannya sangat sederhana: karena keempat benda itulah yang selalu ada diatas
tempat tidur saya dan dalam jangkauan tangan. Dan mengapa hanya 4 padahal saya
perlu memonitor 5 kali salam, karena tiga rakaat terakhir berbeda dengan dua
dua yang sebelumnya sehingga tidak memerlukan pembantu ingatan. Keempatnya saya
tumpuk disamping kursi tempat saya salat. Setiap kali selesai salam, satu dari
keempat perangkat itu saya singkirkan. Begitu seterusnya, masing-masing
mewakili dua rakaat. Setelah semua tersingkirkan berarti saya tinggal
melanjutkan 3 rakaat witir. Mudah dan tidak perlu ditiru bukan? Lagipula salat
tarawih tinggal beberapa hari lagi. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir
batin……….