11/07/15

MENGHITUNG RAKAAT TARAWIH


MENGHITUNG RAKAAT TARAWIH
Oleh: Jum’an

Mencoba berkonsentrasi untuk memantau kwalitas kinerja kita sendiri adalah kontraproduktif karena otak kecil kita, yang mengatur gerakan yang komplek tidak mungkin kita akses dengan sadar dan disengaja. Demikian menurut sebuah artikel dalam majalah Scientific American. Membawa gelas penuh air sambil memikirkan caranya akan membuat tangan kita bergoyang dan menumpahkannya; berpidato sambil memikirkan bagamana cara memulainya bisa membuat kita tersedak. Karena itu koreografer terkenal George Balanchine menasehati para penarinya “Don’t think, dear; just do.” Jangan dipikir, lakukan saja! Bagi yang sudah terlatih melakukan sesuatu, memikirkan apa yang sedang dilakukannya akan mengurangi kecermatan, menyebabkan kesalahan dan kadang-kadang bahkan ketidak-berdayaan total. Gerakan gerakan kita ternyata menunjukkan kemanjuran yang tidak kita sangka dan menjadikan kita percaya diri. Begitulah kita melaksanakan salat sehari-hari dengan urutan langkah yang tertib dari takbir hingga salam. Kita melakukan Salat Intuitif dan Otomatis tanpa berkonsentrasi bagaimana memulai dan berpindah dari satu rukun ke rukun berikutnya. Percaya diri dan tidak pernah tersesat ditengah atau diperpindahan rakaat atau tersedak ketika membaca fatihah.

Tetapi stamina orang sedikit demi sedikit menurun dangan bertambahnya usia. Otot mengendor, gigi goyah tulang melemah. Kita terpaksa memakai alat-alat bantu seperti tongkat untuk berjalan, kacamata untuk melihat dan hearing aid untuk mendengar. Demikian pula dengan performa ingatan kita. Macam-macam cara orang untuk membangkitkan ingatan, mencegah kelupaan yang sering terjadi. Pada bulan suci Ramadan dimana kita disunahkan melaksanakan salat tarawih yang panjang setiap malam, saya ingin berbagi cara yang sangat pribadi dalam menjaga ke 11 atau ke 23 rakaat seutuhnya. Bisa ditiru, tapi tidak perlu karena sperti mengada-ada dan masing-masing kita memiliki cara sendiri-sendiri.


Saya hampir selalu melakukan tarawih sendirian, sambil duduk di kursi karena keadaan. Orang seusia saya mudah tersesat melacak 11 rakaat salat tarawih dengan pola 4 x 2 rakaat + 3 rakaat witir (apalagi yang tarawih 23 rakaat). Untuk menggambarkan betapa  salat tarawih 11 rakaat itu tidak sederhana dan perlu dikawal, kita tahu  bawa rukun salat ada 13 amalan, berarti dalam 11 rakaat (5 kali salam), kita harus mengulang 65 amalan. Satu rakaat terdiri dari satu kali berdiri, satu kali ruku’, dan dua kali sujud. Dalam dua rakaat saya membaca dua surat pendek yang berbeda. Surat yang pertama tetap (surat An-Nas) dan surat yang kedua berbeda untuk mempermudah mengingat saya berada di rakaat pertama atau kedua. Saya menggunakan empat buah perangkat digital untuk mengontrol akurasi jumlah rakaat yaitu dua buah remote control TV, sebuah hand-phone dan sebatang stylus pen. Alasannya sangat sederhana: karena keempat benda itulah yang selalu ada diatas tempat tidur saya dan dalam jangkauan tangan. Dan mengapa hanya 4 padahal saya perlu memonitor 5 kali salam, karena tiga rakaat terakhir berbeda dengan dua dua yang sebelumnya sehingga tidak memerlukan pembantu ingatan. Keempatnya saya tumpuk disamping kursi tempat saya salat. Setiap kali selesai salam, satu dari keempat perangkat itu saya singkirkan. Begitu seterusnya, masing-masing mewakili dua rakaat. Setelah semua tersingkirkan berarti saya tinggal melanjutkan 3 rakaat witir. Mudah dan tidak perlu ditiru bukan? Lagipula salat tarawih tinggal beberapa hari lagi. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin……….