02/03/10

BIARKAN SAYA BERSALAH

BIARKAN SAYA BERSALAH

MIMIKRI: ADAPTASI ATAU PROSTITUSI?

MIMIKRI: ADAPTASI ATAU PROSTITUSI?

UJI KESUCIAN SINTA OBONG

UJI KESUCIAN SINTA OBONG

GUS DUR DAN MICHAEL JACKSON

GUS DUR DAN MICHAEL JACKSON

DIANTARA YANG TERJAGA KEASLIANNYA

DIANTARA YANG TERJAGA KEASLIANNYA

SEBELUM TERSAMBAR PETIR

SEBELUM TERSAMBAR PETIR

OTAK MASAKINI -OTAK ARTIFISIAL

OTAK MASAKINI -OTAK ARTIFISIAL

PARA KARDINAL GENERASI BARU

PARA KARDINAL GENERASI BARU

ABU HURAIRAH R.A. DAN SAYA

ABU HURAIRAH R.A. DAN SAYA

08/01/10

TERNYATA DERMAWAN ADA HORMON-NYA


TERNYATA DERMAWAN ADA HORMON-NYA

Oleh: Jum’an

Gerakan koin peduli Prita sungguh fenomenal. Mengajak khalayak ramai mengumpulkan uang recehan 250 juta? Mana mungkin. Tetapi nyatanya dalam waktu singkat terkumpul bukan 250 tetapi 650 juta lebih. Rasa simpati dan peduli, kebersamaan dan kedermawanan seperti tiba-tiba serempak bersatu melawan ketidak-adilan. Salut bagi pemrakarsa, peyumbang, pengumpul dan penghitung dalam GKPP itu dan selamat untuk ibu Prita.

Apakah sifat dermawan baik dermawan uang, tenaga maupun pikiran merupakan bawaan lahir seseorang? Atau dari mata turun kehati seperti cinta. Apakah orang enggan berderma karena tak kenal maka tak sayang, atau memang bawaan urat bakhil dari sononye?

Ketika saya mencoba-coba mencari blog dan artikel tentang kedermawanan (generosity) ternyata ramai orang membicarakannya didunia maya sana. Yang paling menarik bagi saya adalah penelitian Paul Zak dari Claremont University tentang asal muasal biolgis dari sifat dermawan, terutama tentang peranan hormon perangsang syaraf yang disebut oxytocin (oksitosin). Hasil penelitian itu membuktikan bahwa hormon ini merupakan sebagian penyebab kedermawanan seseorang dengan membuka fikiran kita menjadi lebih terhubung dan memahami dalam membaca keadaan orang lain.

Di Laboratorium Pusat Kajian Neuroeconomist Claremont, Paul Zak dan teamnya mengadakan ekperimen kognitif tentang kedermawanaan. Sekelompok orang, sebagian dirangsang dengan hormon oksitosin buatan melaui semprot hidung (nasal spray) dan sisanya dengan oksitosin palsu (placebo). Kepada masing-masing dijanjikan uang sejumlah uang dengan himbauan agar sebagian didermakan kepada orang dari kelompok lain. Terbukti orang-orang yang telah dirangsang dengan oksitosin, mendermakan 80 persen lebih banyak dibanding mereka yang hanya menghirup placebo.

Hormon oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar pituitary yang terletak dibawah otak, beukuran sebesar biji kedelai. Hormon ini masuk kedalam aliran darah melalui ujung-ujung syaraf. Menurut Shelley Taylor profesor psykologi Universitas California, ada ekfek timbal balik antara kadar oksitosin dalam tubuh kita dengan effek yang ditimbulkannya. Kira-kira begini masksudnya: Kalau kelenjar kita mengeluarkan hormon oksitosin, fikiran kita terbuka dan lebih memahami keadaan orang lain, sehingga diantaranya, kita menjadi rela menderma. Demikian pula bila kita berderma sepenuh hati lillahi ta’ala tanpa mengharap imbalan, akan merangsang kelenjar kita mengeluarkan hormon oksitosin.

Aliran hormon ini, selain menjadikan kita peduli dan dermawan seperti diatas, sekaligus menurunkan tekanan darah, menghilangkan stress dan melambungkan daya tahan tubuh kita. Canggih benar hormon dermawan ini. Katalisator silaturahmi, pembangkit ukhuwah.

Sekarang saya agak faham kalau ada orang tua berkata: Sedekahlah untuk anak yatim, moga-moga penyakitmu lekas sembuh. Rajin-rajinlah berjama’ah dan jagalah silaturahmi agar rejekimu tidak putus. Santunilah fakir miskin.

You Give, You Get ....makin dermawan makin makmur.

Catatan: Referensi sengaja tidak saya cantumkan karena bukan tulisan ilmiah. Kalau anda menggugel Oxytocin digabung dengan Paul Zak, atau Generosity, atau Oprah Magazine bahkan ”Oxytocin and Islam”, anda bakal ketemu banyak.

TERNYATA DERMAWAN ADA HORMON-NYA

TERNYATA DERMAWAN ADA HORMON-NYA

Oleh: Jum’an

Gerakan koin peduli Prita sungguh fenomenal. Mengajak khalayak ramai mengumpulkan uang recehan 250 juta? Mana mungkin. Tetapi nyatanya dalam waktu singkat terkumpul bukan 250 tetapi 650 juta lebih. Rasa simpati dan peduli, kebersamaan dan kedermawanan seperti tiba-tiba serempak bersatu melawan ketidak-adilan. Salut bagi pemrakarsa, peyumbang, pengumpul dan penghitung dalam GKPP itu dan selamat untuk ibu Prita.

Apakah sifat dermawan baik dermawan uang, tenaga maupun pikiran merupakan bawaan lahir seseorang? Atau dari mata turun kehati seperti cinta. Apakah orang enggan berderma karena tak kenal maka tak sayang, atau memang bawaan urat bakhil dari sononye?

Ketika saya mencoba-coba mencari blog dan artikel tentang kedermawanan (generosity) ternyata ramai orang membicarakannya didunia maya sana. Yang paling menarik bagi saya adalah penelitian Paul Zak dari Claremont University tentang asal muasal biolgis dari sifat dermawan, terutama tentang peranan hormon perangsang syaraf yang disebut oxytocin (oksitosin). Hasil penelitian itu membuktikan bahwa hormon ini merupakan sebagian penyebab kedermawanan seseorang dengan membuka fikiran kita menjadi lebih terhubung dan memahami dalam membaca keadaan orang lain.

Di Laboratorium Pusat Kajian Neuroeconomist Claremont, Paul Zak dan teamnya mengadakan ekperimen kognitif tentang kedermawanaan. Sekelompok orang, sebagian dirangsang dengan hormon oksitosin buatan melaui semprot hidung (nasal spray) dan sisanya dengan oksitosin palsu (placebo). Kepada masing-masing dijanjikan uang sejumlah uang dengan himbauan agar sebagian didermakan kepada orang dari kelompok lain. Terbukti orang-orang yang telah dirangsang dengan oksitosin, mendermakan 80 persen lebih banyak dibanding mereka yang hanya menghirup placebo.

Hormon oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar pituitary yang terletak dibawah otak, beukuran sebesar biji kedelai. Hormon ini masuk kedalam aliran darah melalui ujung-ujung syaraf. Menurut Shelley Taylor profesor psykologi Universitas California, ada ekfek timbal balik antara kadar oksitosin dalam tubuh kita dengan effek yang ditimbulkannya. Kira-kira begini masksudnya: Kalau kelenjar kita mengeluarkan hormon oksitosin, fikiran kita terbuka dan lebih memahami keadaan orang lain, sehingga diantaranya, kita menjadi rela menderma. Demikian pula bila kita berderma sepenuh hati lillahi ta’ala tanpa mengharap imbalan, akan merangsang kelenjar kita mengeluarkan hormon oksitosin.

Aliran hormon ini, selain menjadikan kita peduli dan dermawan seperti diatas, sekaligus menurunkan tekanan darah, menghilangkan stress dan melambungkan daya tahan tubuh kita. Canggih benar hormon dermawan ini. Katalisator silaturahmi, pembangkit ukhuwah.

Sekarang saya agak faham kalau ada orang tua berkata: Sedekahlah untuk anak yatim, moga-moga penyakitmu lekas sembuh. Rajin-rajinlah berjama’ah dan jagalah silaturahmi agar rejekimu tidak putus. Santunilah fakir miskin.

You Give, You Get ....makin dermawan makin makmur.

Catatan: Referensi sengaja tidak saya cantumkan karena bukan tulisan ilmiah. Kalau anda menggugel Oxytocin digabung dengan Paul Zak, atau Generosity, atau Oprah Magazine bahkan ”Oxytocin and Islam”, anda bakal ketemu banyak.

03/01/10

MAN ROBBUKA – SOPO PENGERAN IRO

MAN ROBBUKA – SOPO PENGERAN IRO

Oleh Jum’an

Mungkin hanya anak-anak jawa tengah dan jawa timur generasi jadul yang akrab dengan dunia perwayangan dan pernah bermain umbul wayang, satu diantaranya saya. Sampai sekarang saya tidak lupa dengan wajah Buto Rambut Geni- seorang raksasa berambut api, rusuh dan suka membunuh dengan wajah bengis dan menyeramkan.

Gambar Buto Rambut Geni yang dicetak empat kali enam sentimeter, jarang dijadikan jago dalam permainan umbul wayang karena selalu jatuh tengkurap dengan bagian gambarnya menghadap ketanah. Entah kenapa raksasa yang menakutkan ini kalahan, kecuali kalau pemiliknya bermain curang dengan merekayasa kertas gambar itu sehingga selalu jatuh telentang dan menang. Tapi itu mudah ketahuan dan biasanya segera di-disqualified.

Saya ingat dimasa kecil dulu ikut mengiring jenazah ke sekaran (kuburan) di Gebang Kuning, sebuah desa di jawa tengah sana. Saya memegang erat-erat tangan seorang tua didekat saya karena takut dan berdiri di kerumunan bagian paling belakang. Setelah jenazah selesai dikubur dan tanah diatasnya dirapihkan, seseorang berdiri dan mulai berkhotbah dalam bahasa Jawa diantaranya:

“Wahai Mbah Sarji (nama mendiang, samaran), sebentar lagi akan datang kehadapan panjenengan dua malaikat Munkar dan Nakir untuk mengajukan pertanyaan–pertanyaan. Kalau mereka bertanya Man Robbuka – Sopo Pangeran iro, jawablah Gusti Alloh sesembahan kawulo….”

Itulah bagian dari talkin yaitu mengajari orang mati untuk menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir tentang siapa Tuhan dan nabinya, apa agama dan kitab pegangannya. Kemana kiblat dan siapa teman-temannya. Sekarang saya jarang mendengar talkin seperti itu mungkin karena tidak banyak yang melakukannya lagi, atau lingkungan hidup saya yang berubah.

Saya sangat takut bila membayangkan kedua malaikat itu. Tentulah mereka tinggi besar sangat menakutkan, galak dan menggetarkan. Dalam perbendaharaan pikiran saya hanya ada Buto Rambut Geni yang cocok mewakili malaikat Munkar dan Nakir. Ya, saya tidak tahu tokoh lain yang lebih mirip.

Lama-lama, seiring dengan pertumbuhan saya Buto Rambut Geni sebagai gambaran Munkar dan Nakir berganti menjadi makhluk besar bersayap, lalu orang tua berjubah hitam lalu lama-lama kabur. Bahkan nama kedua malaikat itupun jarang saya ingat lagi.

Bukan karena apa yang disebut-sebut dalam talkin itu remeh, tetapi saya tidak membutuhkan lagi potret malaikat Munkar dan Nakir. Tidak Rambut Geni, tidak makhluk bersayap maupun sosok berjubah hitam.

Karena seperti lirik lagu Chriyse yang diambill dari surat Yasin ayat 65, “Ketika Tangan dan Kaki Berkata”,

Akan datang hari mulut dikunci

Kata tak ada lagi.

Akan tiba masa tak ada suara

Dari mulut kita

Rasanya tidak ada yang perlu diajarkan lagi kecuali membiarkan tangan dan kaki berkata dan bersaksi. Mereka akan meng-upload semua file catatan harian yang, kalau mau, masih ada kesempatan kita meneruskannya dengan lebih baik, selama hayat dikandung badan.