29/12/13

KESAHAJAAN SEORANG MUJAHID


KESAHAJAAN SEORANG MUJAHID
Oleh: Jum’an

Zainal Abidin Muhamad Husain Abu Zubaidah atau Abu Zubaidah atau Zain atau Hani adalah tokoh Al-Qaeda yang sekarang berumur 42 tahun dan sudah lebih dari 10 tahun berada dalam kamp tahahan Guantanamo, Cuba. Menurut versi Amerika Abu Zubaidah adalah dedengkot teroris yang sangat berbahaya. Ia dinyatakan sebagai orang nomor 3 dalam Al-Qaeda. Menurut dokumen Departemen Pertahanan Abu Zubaidah terlibat dalam semua perencanaan aksi teror terhadap Amerika ketika ia menjadi petugas logistik Al Qaeda. Ia adalah konspirator serangan 11 September 2001, tangannya ada di setiap operasi penting Al–Qaeda. PBB menjulukinya rekan terkemuka Osama bin Laden dan Al-Qaeda. George Bush menamai Abu Zubaidah pimpinan perencanaan operasi pembunuhan dan penghacuran." CIA mengakui Abu Zubaidah adalah sosok yg penuh keyakinan, percaya diri dan berwibawa. Selama interogasi pada zaman Bush berkuasa, Abu Zubaidah menjalani 83 kali siksaan water-boarding dan mengalami banyak teknik interogasi yang kejam termasuk penelanjangan paksa, kurang tidur, disekap diruang sempit dan gelap, tidak diberi makan, posisi stres , dan siksaan fisik lainnya.

Belum lama ini Jason Leopold dari Aljazeera menerima terjemahan resmi buku harian milik Abu Zubaidah dari seorang mantan pejabat intelijen Amerika. Buku harian enam jilid yang ditulis selama 20 tahun itu ditemukan ketika Abu Zubaidah ditangkap pada 2002 di Pakistan. Bagi pejabat keamanan Amerika buku harian Abu Zbaidah merupakan sumber informasi yang sangat berharga untuk menemukan kelemahan mental dari tokoh yang menurut mereka memegang informasi penting rencana masa depan Al-Qaeda. Buku harian ini tidak hanya penting dari segi intelejen, karena isinya menunjukkan potret paling rinci dari kehidupan pribadi seorang mujahid berdedikasi yang pernah kita lihat. Isinya memperkuat kejelasan bahwa Amerika telah membuat kesalahan dasar yang signifikan dalam menghadapi peristiwa serangan 11 September 2001 dan menghadapi ancaman Islam radikal. Hani, nama panggilan Abu Zubaidah dalam keluarganya, adalah warga Palestina kelahiran Riyadh 12 Maret 1971. Anak ke 5 dari 10 bersaudara - 5 laki-laki dan 5 perempuan dari suami-istri Muhamad Abu Zubaidah (pengusaha kelas menengah dan guru bahasa Arab) dan Malikah;  Sang ayah ingin anak-anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dan menekankan pentingnya pendidikan. Hani dikuliahkan di Fakultas Teknik jurusan komputer di India. Menurut adiknya Hisham, Hani sehari-hari mengenakan bluejean yang merisaukan ayahnya, yang menginginkan anak-anaknya berpakaian tradisional Arab. Hani juga berbakat musik dan pelindung Hisyam dari kenakalan teman-temannya. "Hani adalah kakak yang baik," kata Hisyam. "Dia selalu ada ketika saya butuh pertolongan. Jika anak-anak lebih tua mulai mempermainkan saya waktu bermain sepak-bola, Hani datang menantang mereka. Hani selalu menekankan agar saya jangan mau dipermainkan orang lain.” Menurut  Hisyam, Hani tidak menunjukkan tanda-tanda ekstrimisme agama (Menurut versi Amerika dia termasuk pemuda Islam Saudi yang radikal). "Dia tidak pernah religius," kata Hisyam. "Dia suka merokok, bermain musik dan bersenang-senang." Hani lulus SMA dan meninggalkan Saudi pada umur 16 tahun dan sejak itu terpisah hingga kini. "Saya dan Hani adalah kambing hitam keluarga," kata Hisyam. "Semua saudara-saudara saya yang lain adalah dokter, profesor, psikolog. Aku tidak mampu bersaing dengan mereka." Ketika remaja Hani pernah pindah ke West-Bank bergabung dalam perjuangan melawan Israel. Abu Zubaidah telah bergabung dengan Taliban sebagai sejak awal 90-an, setelah mundurnya Soviet dari Afganistan dan tetap berada disana bersama Mujahidin melawan pemberontak komunis dan sisa-sisa mantan rezim Soviet, dan belakangan memimpin kamp pelatihan Al-Qaeda di Khalden Afganistan.

Tergantung orang menyebutnya, Teroris ataupun Mujahid, bukanlah superman, mereka bukan ahli taktik yang brilian atau prajurit yang sangat terlatih. Seringkali mereka adalah orang-orang sederhana yang berdebat dengan satu sama lain tetang hal-hal remeh, seperti terbaca dalam buku harian Hani. Tetapi Amerika menghadapinya secara all-out dengan biaya keuangan dan politik yang sangat besar.  Buku harian Hani mengungkapkan bahwa dia adalah seorang pria yang sangat anti Amerika, sekaligus menyenangi budaya Barat seperti music pop dan soft-drink. Setelah invasi AS ke Afghanistan 2001, Abu Zubaidah mencatat "Saya ingin melihat kejatuhan dan kehancuran Amerika dan Israel. Musuh-musuh Islam yang menduduki negeri kami, menghina bangsa kami, dan tdak menghargai agama kami.” Belum pernah terpikir dalam benak Amerika bahwa seorang penggemar Pepsi Cola dan lagu-lagu Barat bersedia melakukan tidakan yang begitu berani dan yakin disetujui oleh iman mereka. Ken Ballen, penasehat think tank Terror Free Tomorrow mengatakan: "Jika kita tidak mengerti apa yang memotivasi orang, bagaimana kita akan efektif berurusan dengan mereka? Jika kita dapat memahami, kita dapat menanggapi. Menyerbu Afganistan tidak sedikitpun mencegah serangan lebih lanjut. Perang Irak yang sangat mahal juga kontraproduktif.”

Hani sangat menyukai lagu-lagu Chris de Burgh, penyanyi Irlandia terutama lagu "The Lady in Red". Ia mengeluhkan bahwa lagu-lagu Chris membuatnya merasa haru – meskipun lembut dan indah tetapi membawa kesedihan dan kegelisahan jiwa, tulisnya pada 1990 dalam buku hariannya yang pertama. Hani juga penggemar film-film India. Ia menulis bahwa film Rambo III - di mana Sylvester Stallone bergabung dengan pasukan Afghanistan untuk melawan Soviet – adalah konyol.... saya tak kuat menawan tawa menonton film ini. Dia juga sering menulis tentang keluarganya dan kerinduan yang mendalam untuk mempunyai istri dan keluarga sendiri - sesuatu yang tidak sejajar dengan gairahnya mencari kesyahidan. Suatu kali ia membayangkan hidup berumah tangga, bermain dan menyayangi anaknya dan bahkan menamparnya bila perlu. “Ya! Menamparnya, kenapa tidak?" Pada tanggal 20 Maret 2002, Abu Zubaidah menulis catatan harian terakhirnya: "Tidak ada yang baru." Delapan hari kemudian, tepat pukul 2 pagi, CIA, FBI dan intelijen Pakistan menggerebek 14 rumah di Faisalabad, Pakistan, dan menangkap 52 tersangka, termasuk Abu Zubaidah.


Setelah bertahun-tahun Amerika melihat Abu Zubaidah sebagai tokoh utama bahkan orang nomor 3 dalam Al-Qaeda, pada 2007 CIA menyatakan menyadari bahwa Abu Zubaidah tidaklah signifikan: “Maaf, kami menemukan bahwa anda bukan Nomor 3, bukan mitra, bahkan bukan seorang pejuang," Menurut pengacara Brent Mickum dari The Guardian, ''Dia tidak pernah terbukti menjadi anggota Taliban atau Al-Qaeda ataupun menjadi anggota atau pendukung dari angkatan bersenjata yang bersekutu melawan Amerika.” Tidak menghargai kesahajaan mereka telah membuat Amerika salah membayangkan mereka yang sebenarnya. Jika anda membaca buku harian Abu Zubaidah, ternyata mereka adalah laki-laki biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar