NIKAH DINI BUKAN SUNAH NABI
Oleh: Jum’an
Batas usia nikah untuk perempuan, menurut UU Perkawinan
No.1 Th.74 adalah 16 tahun dan untuk pria 19 tahun. Dalam Peraturan
Menteri Agama No.11 th.2007, bila calon
suami belum 19 tahun dan calon isteri belum 16 tahun, mereka harus mendapat
dispensasi dari pengadilan. Jika calon suami dan dan calon isteri belum genap
berusia 21 tahun, harus ada izin dari orang tua atau wali mereka. Bila keduanya
sudah lewat 21 tahun, mereka bebas menikah tanpa izin orang tua masing-masing.
Agar tidak membingungkan, intinya batas usia nikah perempuan di Indonesia adalah
16 dan laki-laki 19 tahun. Di India batas untuk prempuan adalah 18 tahun, pria
21 tahn. Orang Islam yang melanggar undang-undang itu baik di Indonesia maupun
di India kebanyakan beralasan bahwa Nabi Muhammad juga menikahi Aisyah pada
usia muda. Sementara kita tahu efek negatif dari pernikahan terlalu muda, untuk
menghadapi alasan para pelanggar mungkin perlu diberikan keterangan yang lebih dapat
mereka terima. Dibawah ini sebagian penjelasan dari Dr. Amina Wadud Professor Emerita (pari-purna) Studi
Islam dalam blognya yang berjudul “Early
Marriage and Early Islam” yang
menjelaskan bahwa Sunah sebagai alasan utuk nikah dini adalah keliru. Bulan
Oktober yang lalu, Sembilan Organisasi Islam di Kerala, India, dimana Dr. Amina
tinggal, telah mengadakan pendekatan dengan Mahkamah Agung untuk dapat mengecualikan
perempuan Muslim dari undang-undang yang mengatur usia perkawinan minimum.
Menurut mereka, larangan Pernikahan Anak
2006 yang berlaku sekarang, yang mengatur usia minimum 18 tahun untuk perempuan
dan 21 th untuk laki-laki, melanggar hak dasar kaum Muslimin untuk
mempraktekkan agama mereka.
India adalah negara berpenduduk
lebih dari 1 miliar dengan tingkat kemiskinan sebesar 22%, negara terburuk
ke-55 dalam angka kematian ibu (450 per 100.000), dan angka kematian bayi,
44-55 per 1000. Semua ini berhubugan langsung terhadap pernikahan anak (dini):
kemiskinan, angka kematian ibu, dan dengan demikian kematian bayi secara
langsung berkaitan dengan usia perkawinan nasional. Dengan demikian salah satu
cara mengentaskan kemiskinan, menyelamatkan ibu, dan bayi adalah dengan
mencegah perkawinan dini. Sejak diberlakukannya UU Perkawinan Anak di India
pada 2006, angka kematian ibu dan bayi telah menurun dari tahun ketahun. Tetapi
organisasi Islam di Kerala justru meminta Mahkamah Agung agar kaum muslimin
dikecualikan karena "melanggar hak dasar untuk mempraktekkan agama mereka
"! Mereka juga tidak memberikan bukti bahwa pernikahan anak adalah
"fundamental" bagi agama kita, yang tanpanya akan "menghalangi"
upaya kita untuk menjalankan agama. Karena tidak adanya bukti-bukti seperti itu
Dr. Amina berusaha untuk menggambarkan secara obyektif proses sejarah dan
budaya yang mungkin menyebabkan kesalah-pahaman seperti itu.
Cukup bukti bahwa salah satu
istri Rasulullah berusia di bawah 18 ketika mereka menikah. Hal itu tidak aneh
dan tidak aib disana pada waktu itu. “Ibu saya belum berusia 18 ketika menikah
dengan ayah saya, dan terjadi pada abad 20 di Amerika yang Demokratis” tulis
Dr. Amina. “Sementara saya mengakui bahwa ini memang terjadi, saya tidak menetapkan
itu sebagai model untuk seterusnya. Yang ingin saya tunjuk adalah cara berfkir
miring yang memaksakan bahwa peristiwa seperti ini merupakan model untuk
seterusnya. Kita ambil contoh Rasulullah. Kita mengikuti Sunnah Rasul sebagai salah satu
sumber utama hukum, etika dan perilaku. Sunnah artinya "perilaku normatif
Nabi Muhammad saw.” Kita berkata, "normatif", karena Nabi juga
dikenal mempunyai perilaku istimewa dalam praktek spiritualnya, ibadah, dan
kedudukan sosial. Kekecualian ini tidak memiliki kekuatan pada masyarakat dan
tidak pernah dikodekan menjadi undang-undang sebagai rekomendasi, persyaratan,
ataupun "fundamental". Misalnya, Nabi menikah 9 kali. Semua, kecuali
satu dari istri-istrinya sebelumnya pernah menikah, dan mengingat waktu di mana
mereka tinggal, mereka cukup tua. Istri pertamanya, Khadijah, yang beliau
nikahi pada saat ia menerima panggilan kenabian, adalah 15 tahun lebih tua
darinya: Nabi 25, Khadijah 40. Pernikahan mereka berlangsung selama lebih dari
25 tahun, sampai Khadijah meninggal. Mereka menghasilkan empat anak perempuan
yang hidup. Selama itu Nabi tetap melakukan monogami, meskipun kebiasaan
poligami pada waktu itu sudah berjalan. Karena pernikahan ini adalah yang
terpanjang bagi Nabi, mengapa bukan ini yang dijadikan standar kita mengukur
normatif atau Sunnah?
Selain itu, semua istrinya,
kecuali satu, adalah wanita yang lebih tua, sudah menikah sebelumnya, (baik
bercerai atau janda). Karena itu, menjadikan pernikahan Nabi dg Aisyah yang
masih muda sebagai preseden (kejadian awal dan dapat dipakai sbg contoh
selajutnya) adalah jelas miring. Menurut Dr. Amina juga keji, memutar-balik citra
Nabi, menghina nama Islam dan jelas berbahaya……. Syech Puji, ketahuilah itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar