05/12/15

NOSTALGIA NIKMATNYA DOSA


NOSTALGIA NIKMATNYA DOSA
Oleh: Jum’an

Pada 19 April 1945 ketika Perang Dunia II masih berlangsung, Frank Dickinson seorang pelaut Inggris berada diatas kapal perang HMS Glenearn dilautan Pacific. Ia naik keatas deck sebentar untuk merokok, ketika tiba-tiba diruang bawah terjadi ledakan dahsyat yang menenewaskan 20 opsir dan melukai parah 70 lainnya. Seandainya waktu itu dia tidak naik keatas deck untuk merokok, dia tentu tidak berada dalam rombongan veteran PD II yang berkunjung ke Papua New Guinea sepuluh tahun yang lalu, untuk menziarahi teman-teman mereka yang dimakamkan disana.
Pada tahun 1965 Sir Winston Churchill, perdana menteri Ingris pemenang Perang Dunia II, meninggal pada umur 90 tahun setelah selama 70 tahun praktis menikah dengan cerutu dari tembakau Cuba dan hidup bahagia. Sir Winston dikabarkan meneyimpan antara tiga sampai empat ribu batang cerutu diruangan disebelah kamar kerjanya.

Pada suatu malam ditahun 1968 sejumlah mahasiswa termasuk saya waktu itu, duduk berpencar menyimak catatan kuliah masing-masing, belajar di Aula Pagelaran Sitihinggil Yogya. Aula Pagelaran adalah bagian dari kraton Yogyakarta yang diizinkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk fasilitas perkuliahan Universitas Gajah Mada. Di malam hari lampu-lampu tetap dinyalakan untuk memberi kemudahan dan tempat belajar bagi para mahasiswa yang tinggal disekitar kraton dan daerah kauman. Mereka duduk berpencar agar tidak terlalu dekat satu sama lain. Tidak jarang terjadi salah seorang diantara mereka naik ke mimbar layaknya seorang dosen yang akan memberi kuliah. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kirinya menjepit sebatang rokok didepan mulut, sementara jempol kanannya digerak-gerakkan seperti sedang menyalakan korek api. Selalu ada seorang diantara audience yang menyambut dengan mengeluarkan korek dari saku dan mengacungkannya keatas. Turunlah dia dari podium mendekat untuk menyulut rokoknya, tanpa berkata apa-apa dan berterima kasih dengan gerakan tangan saja. Ritual seperti itu biasa diberi nama ”Cigarettes for Peace and Education”

Tahun1998 saya bertobat dan mengundurkan diri dari perasapan tembakau itu. Pokoknya saya tidak ikut-ikutan lagi merokok dan insyaalloh tidak akan mengisapnya lagi untuk selamanya. Tetapi sebagai mantan perokok berat, saya memilih untuk tidak ikut dalam jihad memberantas rokok. Saya tetap suka mencium-cium bungkusnya, dan tidak keberatan kalau sekali-sekali ada segumpal asap Gudang Garam yang wangi lewat didepan hidung. Sebagai bukti sikap non-smoking, saya selalu menyimpan puisi Taufiq Ismail yang berjudul ”Tuhan Sembilan Senti”, dalam bentuk file maupun hard copy, kalau-kalau ada teman yang tertarik untuk membacanya. Inilah bait yang paling saya sukai:

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.
Dan yang ini:
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Kalau saya ingat-ingat, merokok memang nikmat!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar