14/04/15

MENDENGAR ENAK - MENYANYI SUMBANG


MENDENGAR ENAK – MENYANYI SUMBANG
Oleh: Jum’an

Bagi yang mendambakan hidup tenteram dan harmonis, menutupi aib dan noda adalah wajar dan perlu. Baik merahasiakan penyakit, sejarah hitam masa lalu ataupun perselingkuhan. Saya juga menyembunyikan banyak hal, kalau tidak, bagaimana di usia setua ini masih bisa terseok-seok mengais rejeki. Selain jenis aib yang klasik dan konvensional seperti diatas saya juga menutup rapat-rapat rahasia cacat yang cukup fatal yang jangan-jangan diantara anda merahasiakannya juga. Kini setelah ancaman dan bahayanya tidak ada lagi karena sudah kedaluwarsa saya rela untuk berbagi dengan siapa saja yang sudi membacanya. Siapa tahu ada manfaatnya. Dengan ikhlas dan legowo saya mengakui bahwa seumur hidup saya benar-benar tidak pernah bisa menyanyikan lagu apapun. Tidak pernah bisa mengaji dengan lagu atau menyerukan azan dengan lagu. Yang menyedihkan dan memalukan adalah tidak pernah bisa menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya ataupun lagu mars Maju Tak Gentar yang semua orang bisa menyanyikannya dengan mudah. Saya hanya tertolong karena kedua lagu itu selalu dinyanyikan dalam upacara bersama sehingga ketika suara saya terdengar sumbang ditelinga sendiri, buru-buru saya hentikan dan ikut menggerakkan bibir saja. Kakak saya yang ketika belajar di Sekolah Rakyat selalu duduk satu kelas dengan saya, juga mempunyai cacat yang sama. Guru kami sangat tahu itu; masih teringat hingga kini ketika dia mempermalukan kami berdua didepan semua murid. Dua kakak beradik ini tidak bisa menyanyi. Selama bertahun-tahun saya merasa teraniaya dan terhina ketika tiba mata pelajaran seni suara.

Apakah ini sejenis cacat keturunan? Konon orang yang gagap tak terkendali bisa menyanyi dengan baik. Orang yg tak bisa bicara karena stroke kadang-kadang bernyanyi. Penderita penyakit Alzheimer yang hampir tak bisa mengingat namanya sendiri kadang-kadang mampu menyanyi. Mungkinkah karena kendala mental, kurang percaya diri dan merasa malu sehingga suara yang keluar lemah dan gemetar? Saya benar-benar merasa putus asa, terutama setelah suara penyanyi tenar yang merdu, suara qari’ dan muadzin yang enak didengar tersedia setiap saat melalui media elektronik, kaset dan CD. Mengapa harus tersiksa mendengarkan suara sendiri yang sumbang kalau penyanyi tenar bersedia menyanyikannya kapan saja?

Dalam pergaulan sehari-hari ketika sama-sama diam sambil mendengarkan lagu-lagu, selera saya cukup bersaing dan sama terhormatnya dengan rekan-rekan yang lain. Dalam keadaan diam, batin saya bisa menyanyikan lagu-laguGesang, bahkan LucianoPavarotti dengan suara yang persis sama. Serasa suara saya kembar dengan suara mereka sama bagusnya. Tetapi begitu saya mencoba membuka mulut yang keluar tidak lebih dari suara keledai, sember dan sumbang. Jauh dari Bengawan Solo atau Ave Maria. Saya sudah sering mecoba menyanyi sendiri ditempat yang sepi, tetap saja suara saya membelot keluar jalur. Jadi bukan masalah mental atau kurang percaya diri. Padahal saya mempunyai pita suara yang utuh yang dapat mengeluarkan nada yang saya kehendaki dan menaik-turunkannya dengan baik. Menurut situs“EasyEarTraining”  nyanyian kita akan selaras bila kita dapat mengendalikan tinggi rendah nada (mengatur pita suara) dan menyesuaikan (melalui pendengaran) nada yang sedang kita nyanyikan dengan nada yang seharusnya kita nyanyikan.

Menurut penelitian, pada prinsipnya baik musisisi maupun non musisi, semua mampu mencocokkan nada dengan baik. Hanya saja ketika mereka diminta menggunakan suara sendiri untuk mencocokkan nada, hanya sedikit non-musisi yang berhasil. Masalahnya, begitu telinga kita tahu bahwa nada yang keluar dari mulut berbeda dari yang seharusnya dinyanyikan, pita suara kita tidak segera melakukan koreksi untuk menyesuaikan. Otak kita memiliki kemampuan untuk memberitahu suara yang harus dihasilkan dengan nada yang benar tetapi memberikan petunjuk yang salah pada pita suara untuk mencocokkan nada yg dimaksud. Otak orang yang tidak bisa menyanyi bersikeras, terus menerus memaksa memproduksi kesalahan, meskipun telinganya segera tahu. Mereka tahu suara mereka sumbang, tetapi mereka tidak dapat menemukan jalan menuju nada yang tepat.

Begitulah kira-kira kesimpulan penelitian itu tentang cacat yang selama ini saya rahasiakan. Saya tidak bisa menyanyi karena salah di otak! Bukan di pita suara maupun ditelinga saya; kedua-duanya tidak bermasalah. Ketika saya mendengar Gesang menyanyikan “Bengawan Solo” dan berniat untuk menirukannya, otak saya salah memerintahkan pita suara untuk menghasilkan nada yang sama. Seolah-olah seseorang mengacaukan tombol pada keyboard computer kita sehinga ketika ditekan huruf A yang yang tampil dilayar justru huruf F. Telinga kita segera tahu begitu terdengar suara kita sumbang, itulah sebabnya kita malu mendengar suara sendiri.


Menurut Sean Hutchins peneliti dari lembaga riset kognisi bakat musik di Montreal, menyembuhkan otak orang yang tidak bisa bernyanyi adalah mungkin, tetapi untuk orang dewasa merupakan tugas yang sangat sulit, membutuhkan latihan setiap hari selama bertahun-tahun. Jadi bagi saya mustahil dapat dicapai dan lebih baik saya terima apa adanya. Toh saya masih bebas bisa menikmati musik seperti orang lain. Dan siapa tahu, cacat saya dibidang musik merangsang kearifan yang lebih dibidang lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar