01/06/14

ISLAM KULIT PUTIH - BEDA MENTAL DAN BUDAYA


ISLAM KULIT PUTIH - BEDA MENTAL DAN BUDAYA
Oleh: Jum’an

Tahun 1936 di pengasingannya di Endeh, Bung Karno menuliskan kalimat berikut ini:
”….Tetapi apa yang kita ‘cutat’ dari Kalam Allah dan Sunnah Rasul itu? Bukan apinya, bukan nyalanya, bukan flame-nya, tetapi abunya, debunya, asbesnya. Abunya yang berupa celak mata dan sorban, abunya yang mencintai kemenyan dan tunggangan onta, abunya yang bersifat Islam mulut dan Islam-ibadat — zonder taqwa, abunya yang cuma tahu baca Fatihah dan tahlil sahaja — tetapi bukan apinya jang menyala-nyala dari ujung zaman yang satu ke ujung zaman jang lain ….” Sukarno berharap mubaligh-mubaligh berilmu tinggi. Salah satu suratnya kepada Ustad Hassan, pimpinan PERSIS di Bandung mengatakan bahwa ribuan orang Eropa yang masuk Islam diabad ke-20 tidaklah melalui guru-guru yang hanya menyuruh muridnya ‘beriman’ dan ‘percaya’ saja. Bukan dari mubaligh yang tarik muka angker dan hanya tahu putarkan tasbih saja, tetapi dari mubaligh yang memakai cara penerangan yang masuk akal — karena berpengetahuan umum. Abah Alwi: Bung Karno, Ambil Apinya, Tinggalkan Abunya.

Kini diabad ke-21 makin banyak orang Eropah memeluk Islam. Bagaimana pengaruh mereka kelak dalam perkembangan Islam dan kaum muslimin? Kristiane Backer, seorang wanita Jerman yang memeluk Islam, dalam memoir pribadinya (Dari MTV ke Tanah Suci) percaya, varietas Muslim baru yang modern dan independent dapat bersatu untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukanlah agama seperti saat saya dibesarkan - yang menindas hak-hak kaum wanita. Dia mengatakan: "Saya tahu banyak wanita muslimah sejak lahir yang kecewa dan memberontak. Jika digali lebih dalam, bukan keimanan mereka yang harus dilawan, tapi budaya mereka. "Aturan menikah satu sekte atau kasta dan pendidikan tidak penting bagi kaum wanita (karena akhirnya harus menikah juga), di mana Qur’an berkata begitu? Banyak kaum muslimin muda yang meninggalkan larangan-larangan versi mereka lahir, karena menemukan pendekatan yang lebih spiritual dan intelektual, yang bebas dari dogma-dogma budaya dari generasi tua. Itulah tekad sisa hidup saya: untuk menunjukkan kepada dunia keindahan Islam yang benar. Lamya Kaddor muslimah Jerman lainnya juga melihat, meskipun semua setuju bahwa Islam mengangkat derajat wanita, kaum muslimin melakukan penerapan yang berbeda. Surat An-Nur ayat 30 dan 31 jelas jelas menyerukan kepada laki-laki (ayat 30) dan kepada perempuan (ayat 31) untuk menahan pandangan dan memelihara kemaluan (berperilaku bersih), namun penafsiran al-Qur'an sampai hari ini hanya menempatkan penekanan pada perilaku suci bagi perempuan. Kristiane dan Lamya mirip jelmaan Bung Karno kulit putih masa kini.

Gambaran Islam Kulit Putih mungkin dapat dilihat juga pada umat Islam negeri Balkan, Bosnia Herzegovina. Dalam wawancara dengan Charlotte Wiedemann, Ahmet Alibasic  dosen Fakultas Islam Univesitas Serajevo mengungkapkan bahwa Bosnia adalah Barat baik mental maupun budaya mereka. Dari ratusan ribu pengungsi Bosnia di luar negeri, sangat sedikit yang tetap di Malaysia, Turki atau negara-negara Muslim lainnya. Mereka akhirnya memilih untuk pergi ke Amerika, Australia atau Jerman. Ditanya akan kemana muslimin Bosnia sesudah era pasca-perang berakhir, Alibasic menjawab: “Kami tidak menuju arah tertentu. Karena kami terputus dari dunia Muslim selama puluhan tahun, selama Kekaisaran Yugoslavia dan periode komunis, kita telah belajar untuk mandiri. Kami telah mengembangkan sistem pendidikan kita sendiri dan menghasilkan pendekatan Islami tertentu untuk belajar. Kami dipaksa untuk mengandalkan diri sendiri; kami sudah terbiasa independen. Dan kami sangat pluralis.

Sarajevo pernah menjadi headline berita dunia selama 4 tahun karena tragedi umat Islam disana. Setiap aliran ingin masuk ke Bosnia untuk menunjukkan bahwa mereka telah berbuat sesuatu di Sarajevo: Salafi, Sufi, Syiah, Wahabi. Alibasic mengatakan: Kami mempunyai tradisi dan demokrasi. Cepat atau lambat semua gerakan yang datang ke sini harus menerima arus utama komunitas Islam disini. Kaum muslimin merupakan 40% dari 3,8 juta penduduk, kebanyakan mengikuti Islam moderat yang dibawa Kekaisaran Ottoman ke Balkan pada abad ke-15. Diluar arus utama ada kelompok-kelompok radikal yang mencap umat Islam Bosnia "tak punya pendirian" karena mengambil bagian dalam pemilu negara sekuler. Di Bosnia 1.400 imam masjid dan 900 guru agama Islam digaji oleh Pemerintah. Tetapi, kata Ahmet Alibasic, kami telah melewati yang terburuk di belakang kami. Selama perang, dan periode sesudahnya, muslimin Bosnia menghadapi bahaya besar. Kaum Salafi yang sangat ambisius pada saat itu. Tapi seperti saya katakan, fase kritis itu sekarang sudah berlalu. Kaum Salafi tetap merupakan tantangan, tapi kami juga khawatir tentang para Sufi dan Syiah. Kami memiliki masalah dengan kaum sufi yang hanya mau mendengarkan syekh mereka dan tidak menerima otoritas masyarakat. Seorang imam tidak diperbolehkan untuk seenak mereka mengubah masjid menjadi tempat pribadi untuk kelompoknya.


Sampai sekarang, kami telah mengatasinya dengan baik. Tidak satupun dari gerakan internasional yang benar-benar sukses di sini. Siapa pun yang datang ke sini harus berhadapan dengan hirarki Muslim yang tidak dapat dikecam lemah atau menjadi antek pemerintah begitu saja. Masyarakat bukanlah perusahaan yang dapat menyelesaikan masalah internal dengan cara yang lugas seperti sebuah perusahaan bisnis. Kami lebih memilih untuk menunggu waktu untuk menyelesaikan masalah. Masyarakat juga harus hidup dengan mereka yang tidak suka, kita tidak bisa membuang siapa pun….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar