ISLAM KULIT PUTIH - BEDA MENTAL DAN BUDAYA
Oleh: Jum’an
Tahun 1936 di pengasingannya di Endeh, Bung Karno
menuliskan kalimat berikut ini:
”….Tetapi apa yang kita ‘cutat’ dari Kalam Allah dan
Sunnah Rasul itu? Bukan apinya, bukan nyalanya, bukan flame-nya, tetapi abunya,
debunya, asbesnya. Abunya yang berupa celak mata dan sorban, abunya yang mencintai
kemenyan dan tunggangan onta, abunya yang bersifat Islam mulut dan Islam-ibadat
— zonder taqwa, abunya yang cuma tahu baca Fatihah dan tahlil sahaja — tetapi
bukan apinya jang menyala-nyala dari ujung zaman yang satu ke ujung zaman jang
lain ….” Sukarno berharap mubaligh-mubaligh berilmu tinggi. Salah satu suratnya
kepada Ustad Hassan, pimpinan PERSIS di Bandung mengatakan bahwa ribuan orang
Eropa yang masuk Islam diabad ke-20 tidaklah melalui guru-guru yang hanya
menyuruh muridnya ‘beriman’ dan ‘percaya’ saja. Bukan dari mubaligh yang tarik
muka angker dan hanya tahu putarkan tasbih saja, tetapi dari mubaligh yang
memakai cara penerangan yang masuk akal — karena berpengetahuan umum. Abah
Alwi: Bung Karno, Ambil Apinya, Tinggalkan Abunya.
Kini diabad ke-21 makin banyak orang Eropah memeluk
Islam. Bagaimana pengaruh mereka kelak dalam perkembangan Islam dan kaum
muslimin? Kristiane Backer, seorang wanita Jerman yang memeluk Islam, dalam memoir
pribadinya (Dari
MTV ke Tanah Suci) percaya, varietas Muslim baru yang modern dan
independent dapat bersatu untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukanlah
agama seperti saat saya dibesarkan - yang menindas hak-hak kaum wanita. Dia
mengatakan: "Saya tahu banyak wanita muslimah sejak lahir yang kecewa dan
memberontak. Jika digali lebih dalam, bukan keimanan mereka yang harus dilawan,
tapi budaya mereka. "Aturan menikah satu sekte atau kasta dan pendidikan tidak
penting bagi kaum wanita (karena akhirnya harus menikah juga), di mana Qur’an
berkata begitu? Banyak kaum muslimin muda yang meninggalkan larangan-larangan
versi mereka lahir, karena menemukan pendekatan yang lebih spiritual dan
intelektual, yang bebas dari dogma-dogma budaya dari generasi tua. Itulah tekad
sisa hidup saya: untuk menunjukkan kepada dunia keindahan Islam yang benar. Lamya
Kaddor muslimah Jerman lainnya juga melihat, meskipun semua setuju bahwa Islam
mengangkat derajat wanita, kaum muslimin melakukan penerapan yang berbeda. Surat
An-Nur ayat 30 dan 31 jelas jelas menyerukan kepada laki-laki (ayat 30) dan kepada
perempuan (ayat 31) untuk menahan pandangan dan memelihara kemaluan (berperilaku
bersih), namun penafsiran al-Qur'an sampai hari ini hanya menempatkan penekanan
pada perilaku suci bagi perempuan. Kristiane dan Lamya mirip jelmaan Bung Karno
kulit putih masa kini.
Gambaran Islam Kulit Putih mungkin dapat dilihat juga pada
umat Islam negeri Balkan, Bosnia Herzegovina. Dalam wawancara dengan Charlotte
Wiedemann, Ahmet Alibasic dosen Fakultas
Islam Univesitas Serajevo mengungkapkan
bahwa Bosnia adalah Barat baik mental maupun budaya mereka. Dari ratusan ribu pengungsi Bosnia di luar
negeri, sangat sedikit yang tetap di Malaysia, Turki atau negara-negara Muslim
lainnya. Mereka akhirnya memilih untuk pergi ke Amerika, Australia atau Jerman.
Ditanya akan kemana muslimin Bosnia sesudah era pasca-perang berakhir, Alibasic
menjawab: “Kami tidak menuju arah tertentu. Karena kami terputus dari dunia
Muslim selama puluhan tahun, selama Kekaisaran Yugoslavia dan periode komunis,
kita telah belajar untuk mandiri. Kami telah mengembangkan sistem pendidikan
kita sendiri dan menghasilkan pendekatan Islami tertentu untuk belajar. Kami
dipaksa untuk mengandalkan diri sendiri; kami sudah terbiasa independen. Dan
kami sangat pluralis.
Sarajevo pernah menjadi headline
berita dunia selama 4 tahun karena tragedi umat Islam disana. Setiap aliran
ingin masuk ke Bosnia untuk menunjukkan bahwa mereka telah berbuat sesuatu di
Sarajevo: Salafi, Sufi, Syiah, Wahabi. Alibasic mengatakan: Kami mempunyai
tradisi dan demokrasi. Cepat atau lambat semua gerakan yang datang ke sini
harus menerima arus utama komunitas Islam disini. Kaum muslimin merupakan 40% dari 3,8 juta penduduk, kebanyakan
mengikuti Islam moderat yang dibawa Kekaisaran Ottoman ke Balkan pada abad
ke-15. Diluar arus utama ada
kelompok-kelompok radikal yang mencap umat Islam Bosnia "tak punya
pendirian" karena mengambil bagian dalam pemilu negara sekuler. Di Bosnia 1.400 imam masjid dan 900 guru
agama Islam digaji oleh Pemerintah. Tetapi, kata Ahmet Alibasic,
kami telah melewati yang terburuk di belakang kami. Selama perang, dan periode
sesudahnya, muslimin Bosnia menghadapi bahaya besar. Kaum Salafi yang sangat
ambisius pada saat itu. Tapi seperti saya katakan, fase kritis itu sekarang sudah
berlalu. Kaum
Salafi tetap merupakan tantangan, tapi kami juga khawatir tentang para Sufi dan
Syiah. Kami memiliki masalah dengan kaum sufi yang hanya mau mendengarkan syekh
mereka dan tidak menerima otoritas masyarakat. Seorang imam tidak diperbolehkan
untuk seenak mereka mengubah masjid menjadi tempat pribadi untuk kelompoknya.
Sampai sekarang, kami telah mengatasinya dengan baik. Tidak
satupun dari gerakan internasional yang benar-benar sukses di sini. Siapa pun
yang datang ke sini harus berhadapan dengan hirarki Muslim yang tidak dapat
dikecam lemah atau menjadi antek pemerintah begitu saja. Masyarakat bukanlah perusahaan yang dapat menyelesaikan
masalah internal dengan cara yang lugas seperti sebuah perusahaan bisnis. Kami
lebih memilih untuk menunggu waktu untuk menyelesaikan masalah. Masyarakat juga
harus hidup dengan mereka yang tidak suka, kita tidak bisa membuang siapa pun….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar