05/08/15

MEMAHAMI ORANG ALIM KORUPSI


MEMAHAMI ORANG ALIM KORUPSI
Oleh: Jum’an

Alim dalam bahasa Indonesia berarti banyak mempunyai ilmu terutama dalam hal agama Islam. Juga berarti saleh yaitu taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah atau suci dan beriman. Apakah saya termasuk orang alim? Pengetahuan agama Islam saya, syahadat serta rutinitas ibadah saya menunjukkan bahwa saya berada di atas jalur untuk menjadi orang alim. Karena pandangan tentang diri-sendiri adalah subjektif dan tingkat kealiman sebenarnya tidak dapat diukur, saya perkirakan bahwa tingkat kealiman saya mungkin rendah sekali. Tetapi karena kebaikan yang hanya yang sebesar zarahpun tetap berharga, saya berani mengaku mempunyai tingkat keimanan serta kealiman tertentu betapapun rendahnya dihadapan Allah dan dalam pandangan orang lain. Saya hanya ingin mengatakan bahwa sebagai orang yang beriman saya sering atau kadang-kadang merasa begitu dekat dengan Allah; perasaan yang pasti juga sering anda alami. Sedekat yang sering digambarkan orang sebagai “seolah-olah berdialog langsung” denganNya. Biasanya saya lalu meneteskan air mata atau tersedu-sedu atau hati menjadi lega atau bangkit bersemangat ataupun tidak risau lagi tentang kesulitan duniawi. Seperti yang dikatakan dalam Qur’an: Bukankah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram? Pengalaman dan perasaan seperti itu saya anggap mempunyai nilai spiritual yang dalam dan saya menikmatinya.

Setelah lama merenungkan kilas balik pengalaman batin itu saya menengarai adanya pengaruh yang menyimpang terhadap perilaku hidup saya. Kedekatan itu lama-lama menimbulkan keyakinan bahwa Allah memang memperhatikan saya secara pribadi, memahami semua kelemahan-kelemahan saya dan dengan sifatNya yang Maha Pemurah lalu mengasihani, memberikan maaf dan kelonggaran untuk saya. Saya merasa sebagai seorang hamba yang disayangiNya. Dan ini membuat saya tidak risi atau canggung mengendorkan disiplin beribadah. Saya sering terlambat salat tanpa perasaan menyesal karena yakin bahwa Dia mengerti saya: hambaKu yang lemah ini terlalu lelah mengais rejeki yang halal. Biarlah terlambat salat sedikit tak apa. Begitu bayangan sikap Allah dalam kepala saya.

Apakah ini sebuah anugerah atau perangkap? Kelemahan mental yang menyamar sebagai ketaatan beragama? Apakah perasaan akrab saya kepadaNya itu palsu? Sesuatu yang bukan saja subyektif tetapi justru merupakan godaan dan perangkap setan? Bagaimana pengalaman batin yang saya rasakan begitu meresap dalam hati yang saya anggap sebagai prestasi dalam menghayati nilai-nilai agama ternyata telah mengaburkan orientasi saya. Saya menjadi terlalu mudah memmaafkan diri sendiri dan menjadikan kata hati sebagai panutan. Yakin Allah berpihak kepada saya. Saya lalu menduga bahwa orang yang lebih dan benar-benar alim juga menghadapi perangkap seperti ini. Keyakinan memiliki hubungan khusus dengan Allah dan memperoleh  dispensasi dan kelonggaran untuk memotong kompas menempuh jalan samping sendiri.  Apa jadinya kalau ia memegang jabatan pemerintahan atau bendahara yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan umat. Dengan dalih demi kesejahteraan umat, menghimpun dana melalui jalan samping tentulah diperkenankan Tuhan. Ini merupakan konskwensi logis dari keyakinan seorang alim apabila dugaan saya diatas adalah benar.


Berbeda dengan orang alim, penganut aliran yang kelewat fanatik dapat terperangkap lebih dalam: bukan saja merasa mepunyai hubungan khusus dan memperoleh dispensasidari Allah swt. Mereka merasa bangga karena yakin bahwa mereka lebih berhak memiliki Allah dari pada orang lain. Bahwa Allah adalah monopoli mereka dan memihak kepada mereka. Sikap memonopoli Allah, tanpa mereka sadari dapat melambungkan ego manjadi takabur dan sekaligus mengecilkan arti kebesaran Allah. Orang alim seharusnya bersikap lemah lembut karena sadar bahwa mereka adalah milik Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tetapi kealiman (seperti juga semua sifat baik lainnya) juga membawa godaan yang dapat menjadikan orang terperangakap ke jalan yang sesat. Tetapi anda boleh juga memungkas pendapat saya dengan mengatakan: Kalau ada orang alim korupsi, artinya dia bukan orang alim. Titik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar