19/03/15

TINGGALKAN STANDAR MALAIKAT


TINGGALKAN STANDAR MALAIKAT
Oleh: Jum’an

Ketika ada rejeki tak terduga diakhir tahun, saya alokasikan seluruhnya untuk memperbaiki mobil yang sudah peot-peot dan penuh goresan, belum pernah di kenteng atau dicat ulang. Tentu saya sisakan sebagian untuk transportasi kekantor selama mobil menginap dibengkel. Sudah lama saya merindukan penampilan body yang mulus dan mengkilap; tentu akan ada pengaruhnya terhadap suasana hati dan moga-moga juga peruntungan. Saya memilih bengkel “Body Repair dan Cat Oven” bukan sekedar las-ketok-duco manual pinggir jalan. Setelah lebih dari dua minggu ditunggu tunggu, iapun pulang dengan membawa pesona dan wibawa: bentuknya gagah, warnanya terang, tanpa peot tanpa baret, gres seperti baru. Sakti benar uang itu. Diubahnya wajah buruk yang dekil menjadi cantik dan gaul. Tanpa banyak bertanya, langsung memberi bukti dan daya guna! Sayapun merasakan dampaknya. Timbul gairah dan keceriaan baru dalam keseharian saya. Alangkah senangnya bila suasana baru yang menyenangkan ini dapat bertahan lama. Sayapun bertekad untuk menjaganya se-awet mungkin. Mengemudi dengan ekstra hati-hati untuk menghindari serempetan dan benturan. Terutama ketika melalui jalan sempit, parkir mudur di kandangnya yang pas-pasan atau  dimana saja. Saya siap menegakkan disiplin dalam memelihara mobil saya.

Siapapun yang ingin mencapai keinginan yang ideal haruslah memasang standar yang tinggi, aturan yang ketat dan disiplin yang kuat. Berlaku untuk siapa saja; para produsen, penyedia jasa, penulis, maupun ibu rumah tangga. Berdisiplin dalam berkendara bukanlah solusi yang tuntas karena yang separohnya lagi tergantung pada disiplin kendaraan lain. Sehingga disamping mengendalikan diri kita harus sekaligus terus menerus awas dan waspada terhadap suasana sekitar yang anda tahu, tidak peduli dengan keselamatan kendaraan kita. Karena mereka, terutama para pengendara motor yang jumlahnya ribuan, nampaknya siap untuk menyerempet setiap saat. Belum lagi pengemis anak-anak di lampu merah yang suka menempelkan muka dengan ingusnya dijendela. Nampaknya kesaktian uang tidak hanya membawa berkah tetapi juga ketegangan dan permusuhan. Saya belum pernah merasa sebenci ini terhadap pengendara motor maupun pengemis. Yang membuat kita frustrasi karena kita tidak punya kemampuan sama sekali untuk mengendalikan mereka. Rasanya hanya malaikat yang sanggup melakukan tugas ganda seperti itu karena mereka hanya menjalankan perintah dan tidak memikirkan diri sendiri. Membenci pengemis yang seharusnya dikasihani, para pengedara motor yang juga sesama pencari nafkah adalah perbuatan yang salah. Apa lagi hanya demi penampilan sebuah mobil yang kalau dijual hanya cukup untuk membayar uang muka mobil yang baru. Sebenarnya selama ini ia saya pelihara hanya karena tidak mampu membeli yang lebih baru. Jadi apa boleh buat, dingin saya selimuti, sakit saya obati, rusak saya perbaiki. Berburu onderdil bekas pun saya jalani. Sungguh tidak seimbang. Sementara wajah baru hasil perbaikan sudah mulai pudar dan keceriaan saya sudah tak terasa lagi, saya masih memasang standar malaikat, tegang mengawasi musuh-musuh yang saya ciptakan sendiri. Sebenarnya tidak masuk akal kalau mereka berniat menyerempet mobil saya hanya karena iri melihat kemulusannya. Kenapa saya harus tegang dan melotot.

Suatu kali tanpa ketahuan asal-usulnya saya melihat sebuah goresan tajam cukup panjang di lambung kiri belakang, seperti bekas paku. Saya merasa sakit hati, serasa ditusuk dari belakang oleh siluman yang tidak mungkin saya lacak siapa dia. Yang jelas bukan seorang yang selama ini saya awasi yaitu pengendara motor ataupun pengemis. Entah siapa. Bagaimanapun perjuangan saya yang menegangkan telah berakhir dan gagal. Sejak itu dari hari kehari ketegangan saya menurun demikian pula kebencian saya terhadap pengendara motor dan pengemis. Saya tetap berhati-hati dalam mengemudi maupun memarkir, hanya saja tanpa beban ketegangan takut lecet atau penyok tersodok. Dan saya tidak keberatan seandainya ada tambahan satu atau dua goresan lagi. Mencapai keunggulan dalam suatu pekerjaan memang merupakan idaman setiap kita tetapi mencapai kesempurnaan adalah hak dan wilayah Allah saja. There is always room for improvement – selalu ada ruangan untuk perbaikan, tetapi akan tiba saatnya dimana usaha perbaikan tidak lagi memberikan hasil yang sesuai dengan waktu yang dibutuhkn. Jika pemuasan dilakukakn terus menerus maka kenikmatan akan terus-menerus menurun sampai sampai akhirnya jenuh. Sebaiknya kita tahu lebih dulu akan keterbatasan-keterbatasan kita, bila tidak kita akan berakhir tanpa menghasilkan apapun. Lepaskan saja standar malaikat, bertindaklah realistis. Kita terbatas, jauh dari sempurna. Apalagi bila kita bekerja bersama, bila hasil kerja kita baik belum tentu yang lain sebaik kita. Dengan mengakui keterbatasan yang kita miliki, kita tidak perlu malu mengatakan “maaf saya tidk bisa”. Melepaskan obsesi adalah lega seperti melepaskan beban berat dipundak. Kita tidak lagi ketakutan berbuat kesalahan.


Konon para penenun karpet Persia yang indah-indah itu, menggunakan cara yang unik untuk menunjukkan ketidaksempurnaan mereka: mereka sengaja membuat kesalahan kecil dalam pekerjaan mereka. Dengan begitu, mereka tahu karpet tidak sempurna dan terbebas dari perasaan menyaingi Tuhan karena hanya Dialah yang sempurna. Karena itu mari kita rayakan lecet pertama pada mobil kita, uban-uban pertama dikepala kita serta kerut-kerut di leher kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar