01/03/15

PENGHINAAN DAN PEMBALASAN


PENGHINAAN DAN PEMBALASAN
Oleh: Jum’an

Selama hidup kita tumbuh menjadi lebih matang dan dewasa melalui saling hubungan antara sesama manusia. Menurut teori, hubungan merupakan kebutuhan sentral bagi manusia. Penelitian masa-kini tentang otak menunjukkan bahwa manusia tercipta untuk saling berhubungan. Orang memerlukan hubungan sebagaimana mereka membutuhkan udara, makanan, dan air, lebih dari keperluan mereka akan kebebasan dan kemerdekaan. Dari logika primanya hubungan, penghinaan dapat di artikan sebagai pelanggaran berat, serangan terhadap kebutuhan asasi seseorang untuk berhubungan. Penghinaan membahayakan kelangsungan hidup seseorang karena mengancam hubungan yang vital bagi seseorang. Penghinaan merupakan kekuatan yang paling telak dampaknya sebagai penyebab perpecahan antara manusia dan merusak hubungan. Penghinaan menyakitkan hati dan membangkitkan emosi untuk membalas dendam.

Saya sakit hati karena kau hina, maka kupukul engkau. Setimpal! Eh, engkau malah membacok. Kubunuh kau sekalian! Cubitlah daku engkau kucakar. Gigitlah daku engkau ku telan. Saling membalas sampai tidak ketahuan lagi siapa yang memulai. Cycle of Revenge  akan menggelinding terus tanpa henti dan tak terelakkan akan membawa kerusakan. Karenanya seperti kata peribahasa, sebelum berangkat membalas dendam galilah dua liang lahat: satu untuk musuhmu dan satu lagi untuk dirimu. Penelitian membuktikan bahwa membalas dendam untuk melampiaskan emosi meskipun lebih tunai ketimbang pengadilan yang berlarut-larut, ternyata tidak menuntaskan solusi. Seperti air asin yang tidak memuaskan dahaga. Pikiran seorang pembalas dendam akan melekat terus pada sasarannya, sehingga luka hatinya tetap menganga dan akan semakin makin parah bila balas dendamnya tidak atau belum terlaksana. Pembalas dendam umumnya menyebut tindakannya sebagai membela diri, melindungi hak atau menegakkan keadilan. Selalu! Hanya Tuhanlah yang maha tahu. Serangan 11 Sept. 2001 dibenarkan oleh Bin Ladin segagai pembalasan yang setimpal atas penggunaan tanah airnya (Saudi Arabia – dimana dua tempat suci Islam berada) sebagai pangkalan untuk menyerbu Iraq pada Perang Teluk. Tetapi serangan 11 September justru dijadikan sebagai justifikasi oleh Amerika untuk menyerbu Afganistan dan kemudian Iraq. Balas-membalas pun silih berganti sampai sekarang. Pembalasan dendam adalah pangkal kehancuran.

Dalam wawancara dengan Qantara, Karen Armstrong mantan biarawati dan sarjana perbandingan agama Inggris, (biografi oleh Dziki Fuad disini) mengungkapkan bahwa ada tradisi panjang dan memalukan penghinaan terhadap Islam di Eropa. Armstrong menolak gagasan bahwa Islam pada dasarnya lebih keras daripada Kristen. Dunia Barat bersikukuh bahwa kekerasan yang dilakukan umat Islam berpangkal dari ayat-ayat Qur’an tertentu. Karen mengatakan bahwa kekerasan umat Islam adalah justru sebagian merupakan produk dari penghinaan Barat. Sepanjang sejarah ayat-ayat Al-Quran tidak menginspirasi kegiatan terorisme. Setiap imperium (India, Cina, Persia, Romawi, kerajaan Inggris dan juga kerajaan Islam) tergantung pada kekuatan. Selain itu, sampai periode modern, Islam memiliki catatan toleransi yang jauh lebih baik dari Kristen Barat. Ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka membantai penduduk Muslim dan Yahudi yang mengejutkan Timur Tengah, yang belum pernah melihat kekerasan tak terkendali itu, kata Armstrong. Lebih banyak kekerasan baik dalam Injil Ibrani dan Perjanjian Baru daripada ada dalam Qur’an. Para theolog yang mengklaim bahwa tidak ada ayat dalam Injil yang seperti dalam surat al-Baqoroh ayat 191-93 mungkin lupa akan Kitab Wahyu (Book of Revelation), yang merupakan teks paling disukai kaum fundamentalis Kristen yang menantikan pertempuran Akhir Zaman yang akan menghancurkan musuh-musuh Allah. Bahkan Yesus, yang mengatakan kepada murid-muridnya untuk mencintai musuh-musuh mereka dan memberikan pipi kiri jika ditampar pipi kanannya, memperingatkan para pengikutnya: "Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi, bukanlah  perdamaian Aku bawa datang tapi pedang. "(Matius 10: 34). Semua kitab suci memiliki ayat-ayat keras yang dapat dikutip diluar konteks, diberi arti yang tidak semestinya, sengaja untuk menghapuskan ajaran damai yang menginspirasi semua agama dengan sangat baik. Kepercayaan Barat bahwa Islam adalah agama yang membawa kekerasan didalamnya, berasal dari zaman Perang Salib. Ketika mereka menyerang kaum Muslimin, para biarawan diam-diam merasa cemas dan bersalah atas kebrutalan pejuang mereka karena Yesus mengatakan kepada para pengikutnya untuk mencintai musuh-musuh mereka bukan untuk memusnahkan mereka.  Para biarawan itu memproyeksikan kecemasan perilaku mereka sendiri kepada korban-korbannya dan menyebarkan bahwa Islam adalah agama pedang.

Sehubungan dengan serangan terhadap Charlie Hebdo, Karen mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw sebagai lambang suci ummat Islam telah dikarikaturkan di Barat sebagai tokoh kekerasan, ayan dan penipu licik. Gambaran yang menyimpang dari Islam telah dikembangkan sejak abad pertengahan ketika umat Kristen Eropah memerangi umat Islam di Palestina untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslimin. Jadi serangan terhadap para karikaturis di Paris itu adalah bagian dari produk penghinaan Barat terhadap Islam.


Buku Karen Armstrong terbaru berjudul "Fields of Blood: Religion and the History of Violence" (2014) menceritakan tentang kekerasan dalam agama Yahudi, Kristen dan Islam. Pada 1999 Armstrong menerima Muslim Public Affairs Council’s Media Award, memberi ceramah pada Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) serta memperoleh penghargaan dari Pusat Islam California atas usahanya mempromosikan saling pengertian antara agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar