PENGHINAAN DAN PEMBALASAN
Oleh: Jum’an
Selama hidup kita tumbuh menjadi lebih matang dan dewasa
melalui saling hubungan antara sesama manusia. Menurut
teori, hubungan merupakan kebutuhan sentral bagi manusia. Penelitian
masa-kini tentang otak menunjukkan bahwa manusia tercipta untuk saling berhubungan.
Orang memerlukan hubungan sebagaimana mereka membutuhkan udara, makanan, dan
air, lebih dari keperluan mereka akan kebebasan dan kemerdekaan. Dari logika primanya
hubungan, penghinaan dapat di artikan sebagai pelanggaran berat, serangan
terhadap kebutuhan asasi seseorang untuk berhubungan. Penghinaan membahayakan
kelangsungan hidup seseorang karena mengancam hubungan yang vital bagi seseorang.
Penghinaan merupakan kekuatan yang paling telak dampaknya sebagai penyebab
perpecahan antara manusia dan merusak hubungan. Penghinaan menyakitkan hati dan
membangkitkan emosi untuk membalas dendam.
Saya sakit hati karena kau hina, maka kupukul engkau.
Setimpal! Eh, engkau malah membacok. Kubunuh kau sekalian! Cubitlah
daku engkau kucakar. Gigitlah daku engkau ku telan.
Saling membalas sampai tidak ketahuan lagi siapa yang memulai. Cycle
of Revenge akan menggelinding
terus tanpa henti dan tak terelakkan akan membawa kerusakan. Karenanya seperti
kata peribahasa, sebelum berangkat membalas dendam galilah dua liang lahat: satu
untuk musuhmu dan satu lagi untuk dirimu. Penelitian membuktikan bahwa membalas
dendam untuk melampiaskan emosi meskipun lebih tunai ketimbang pengadilan yang berlarut-larut,
ternyata tidak menuntaskan solusi. Seperti air asin yang tidak memuaskan
dahaga. Pikiran seorang pembalas dendam akan melekat terus pada sasarannya,
sehingga luka hatinya tetap menganga dan akan semakin makin parah bila balas
dendamnya tidak atau belum terlaksana. Pembalas dendam umumnya menyebut
tindakannya sebagai membela diri, melindungi hak atau menegakkan keadilan. Selalu!
Hanya Tuhanlah yang maha tahu. Serangan 11 Sept. 2001 dibenarkan oleh Bin
Ladin segagai pembalasan yang setimpal atas penggunaan tanah airnya (Saudi
Arabia – dimana dua tempat suci Islam berada) sebagai pangkalan untuk menyerbu
Iraq pada Perang Teluk. Tetapi serangan 11 September justru dijadikan sebagai
justifikasi oleh Amerika untuk menyerbu Afganistan dan kemudian Iraq. Balas-membalas
pun silih berganti sampai sekarang. Pembalasan dendam adalah pangkal
kehancuran.
Dalam wawancara
dengan Qantara, Karen Armstrong mantan biarawati dan sarjana
perbandingan agama Inggris, (biografi
oleh Dziki Fuad disini) mengungkapkan bahwa ada tradisi panjang dan memalukan
penghinaan terhadap Islam di Eropa. Armstrong menolak gagasan bahwa Islam pada
dasarnya lebih keras daripada Kristen. Dunia Barat bersikukuh bahwa kekerasan
yang dilakukan umat Islam berpangkal dari ayat-ayat Qur’an tertentu. Karen
mengatakan bahwa kekerasan umat Islam adalah justru sebagian merupakan produk
dari penghinaan Barat. Sepanjang sejarah ayat-ayat Al-Quran tidak
menginspirasi kegiatan terorisme. Setiap imperium (India, Cina, Persia, Romawi,
kerajaan Inggris dan juga kerajaan Islam) tergantung pada kekuatan. Selain itu,
sampai periode modern, Islam memiliki catatan toleransi yang jauh lebih baik
dari Kristen Barat. Ketika Tentara
Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka membantai penduduk Muslim
dan Yahudi yang mengejutkan Timur Tengah, yang belum pernah melihat kekerasan
tak terkendali itu, kata Armstrong.
Lebih banyak kekerasan baik dalam Injil Ibrani dan
Perjanjian Baru daripada ada dalam Qur’an. Para theolog yang
mengklaim bahwa tidak ada ayat dalam Injil yang seperti dalam surat al-Baqoroh
ayat 191-93 mungkin lupa akan Kitab Wahyu (Book of Revelation), yang merupakan teks paling disukai kaum
fundamentalis Kristen yang menantikan pertempuran Akhir Zaman yang akan
menghancurkan musuh-musuh Allah. Bahkan Yesus, yang mengatakan kepada
murid-muridnya untuk mencintai musuh-musuh mereka dan memberikan pipi kiri jika
ditampar pipi kanannya, memperingatkan para pengikutnya: "Jangan kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi, bukanlah perdamaian Aku bawa datang tapi pedang.
"(Matius 10: 34).
Semua kitab suci memiliki ayat-ayat
keras yang dapat dikutip diluar konteks, diberi arti yang tidak semestinya,
sengaja untuk menghapuskan ajaran damai yang menginspirasi semua agama dengan
sangat baik. Kepercayaan Barat bahwa Islam adalah agama yang membawa kekerasan
didalamnya, berasal dari zaman Perang Salib. Ketika mereka menyerang kaum
Muslimin, para biarawan diam-diam merasa cemas dan bersalah atas kebrutalan pejuang
mereka karena Yesus mengatakan kepada para pengikutnya untuk mencintai
musuh-musuh mereka bukan untuk memusnahkan mereka. Para biarawan itu memproyeksikan kecemasan
perilaku mereka sendiri kepada korban-korbannya dan menyebarkan bahwa Islam
adalah agama pedang.
Sehubungan dengan serangan terhadap Charlie Hebdo, Karen
mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw sebagai lambang suci ummat Islam telah
dikarikaturkan di Barat sebagai tokoh kekerasan, ayan dan penipu licik. Gambaran
yang menyimpang dari Islam telah dikembangkan sejak abad pertengahan ketika umat
Kristen Eropah memerangi umat Islam di Palestina untuk merebut Tanah Suci dari
kekuasaan kaum Muslimin. Jadi serangan terhadap para karikaturis di Paris itu
adalah bagian dari produk penghinaan Barat terhadap Islam.
Buku Karen Armstrong terbaru berjudul "Fields of
Blood: Religion and the History of Violence" (2014) menceritakan tentang kekerasan
dalam agama Yahudi, Kristen dan Islam. Pada 1999 Armstrong menerima Muslim
Public Affairs Council’s Media Award, memberi ceramah pada Majlis Ugama Islam
Singapura (MUIS) serta memperoleh penghargaan dari Pusat Islam California atas
usahanya mempromosikan saling pengertian antara agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar