MOMINA BIBI- SYAHIDAH DARI WAZIRISTAN
Oleh: Jum’an
Alkisah pada sore hari yang
cerah tahun lalu, tepatnya tanggal 24-10-2012 yaitu dua hari menjelang hari raya Idul Adha,
sebuah pesawat tak berawak AS menembakkan rudal tepat mengenai sasaran,
yang ternyata seorang nenek 67 tahun bernama Momina (Mu’minah) Bibi. Nenek dari 9
cucu itu tewas, tubuhnya hancur berkeping-keping. Saat itu dia sedang memetik sayur-sayuran di ladang
bersama salah seorang cucunya Nabeela (9 th). Zubeir (13) kakak Nabeela baru
saja pulang sekolah berada tak jauh dari sana. Peristiwa tragis itu terjadi di wilayah
terpencil di Waziristan Utara, Pakistan. Momina adalah seorang bidan
desa. Suaminya Rahman pensiunan kepala sekolah dan anaknya Rafiq (ayah 3 anak: Zubeir, Nabeela dan Asma 5 th.)
adalah seorang guru. Hari itu Rafiq dalam perjalanan pulang naik bis dari
mengantarkan kue-kue lebaran untuk keluarga adiknya. Sampai di perhentian dekat
rumahnya ia melihat kerumunan orang yang sedang menguburkan jenasah. Dengan
was-was ia bertanya pada seorang anak, siapa yang meninggal. Jawabnya, ibu dari
seorang bernama Latif yg tewas oleh serangan pesawat tak berawak. Anak itu
tidak tahu bahwa Latif adalah kakak Rafiq. Ia pun syok, semua bawaannya terjatuh
dan bergegas lari kerumah. Ia makin takut ketika ingat bahwa anak-anaknya selalu
dekat dengan neneknya. Ketika Rafiq tiba di rumah, ternyata sisa-sisa jasad
ibunya yg hangus sudah dimakamkan. Nabeela dan Zubeir terluka dan dibawa ke
rumah sak. Rafiq berfikir jangan-jangan mereka tak tertolong.
Berita yang tersiar berbeda-beda. Ada yang melaporkan
bahwa lima militan tewas. Ada juga yang menulis bahwa Momina sedang menyiapkan
makan untuk beberapa militant sehingga ia ikut terbunuh. Satu lagi, bahwa ada
seorang militan naik sepeda motor, tepat di sampingnya sehingga ia ikut terkena.
Semuanya tidak jelas. Kata
Rafiq hanya ada satu orang yang tewas yaitu ibunya yang berusia 67
tahun yaitu Momina Bibi. Semuanya baru jelas setelah Peneliti dari Amnesti
International Mustafa Qadri mengusutnya hingga tuntas. Mustafa melakukan wawancara
dengan banyak warga desa tempat kejadian secara terpisah tanpa diketahui bahwa
ia dari Amnesti Internasional. Setelah berminggu-minggu ia menyimpulkan bahwa
laporan keluarga Momina dapat dipercaya. Dia menyimpulkan sangat tidak mungkin
bahwa ada militan yang hadir pada saat serangan rudal itu terjadi. Ia juga menemukan
potongan-potongan logam yang menurut analisa seorang ahli, sangat mungkin berasal
dari rudal jenis Hellfire. Ada juga anggota keluarga yang melihat drone itu
secara fisik. Diantara bukti yang paling mencolok bahwa serangan itu dilakukan
oleh pesawat tak berawak AS adalah ketepatan tembakannya yang luar biasa. Secara
fisik memengenai sasarannya yaitu tubuh Momina Bibi. Dia benar-benar merupakan
sasaran tembak dan hancur berkeping-keping. Mereka betul-betul berniat mengarah
orang ini.
Momina dan suaminya Rahman, beserta anak-cucunya, adalah
keluarga Islam yang bahagia. Nabeela menghabiskan sebagian besar hari-harinya
bersama neneknya. "Saya benar-benar menyukai nenek saya," katanya.
"Saya senang mengikuti dan belajar bagaimana melakukan sesuatu." Di
kebun dihari naas itu, ia bersama neneknya sedang memetik sayuran-sayuran.
Neneknya menujukkan cara membedakan kacang yang sudah boleh dipetik dan yang
belum. Momina menjahit baju cucu-cunya, menikmati senangnya anak-anak berhari
raya. Zubeir mengatakan neneknya disukai oleh semua orang. "Tidak ada
orang lain seperti dia. Kita semua mencintainya." Sejak kematian ibunya,
kata Rafiq, kehidupan telah berubah. "Tanpa dia serasa anggota tubuh kami telah
dipotong," katanya. Momina ibarat benang yang menguntai kalung mutiara.
Dia adalah perekat keluarga. Bagi Rahman, pensiunan kepala sekolah yang dihormati,
kematian istrinya sangatlah menyedihkan. Pasangan itu tidak terbiasa berpisah,
kata Rafiq. "Setelah kematian ibu, ayah jarang sekali tersenyum. Ia
seperti tidak bersemangat lagi untuk melajutkan hidup."
Serangan pesawat tanpa awak (drone) berbeda dengan
pertempuran lain di mana orang tak berdosa bisa tertembak tanpa sengaja. Drone
mengincar sasarannya sebelum membunuhnya. Amerika memutuskan untuk membunuh
seseorang, orang yang mereka lihat dari video. Seseorang yang tidak diberi
kesempatan untuk mengatakan siapa dia. AS memang sengaja untuk membunuh Momina
yang dibidik melalui layar komputer. Selama setahun Pemerintah Amerika tidak
pernah mengakui peristiwa ini. Keluarga Rahman telah menceritakan semua ini
dihadapan Amnesti Internasional serta wartawan The Guardian Inggris. Akhirnya Kongres
AS mengundang Rafiq dan kedua anaknya Zubeir dan Nabeela ke Gedung Putih
untuk memberikan kesaksian pada 29 Oktober 2013, beberapa hari yang lalu. Nabeela
bercerita sambil memegang gambar serangan yang menewaskan neneknya yang dilukis
sendiri diatas selembar kertas. Ketika ia berada tidak jauh dari neneknya
dikebun sayur, tiba-tiba ada suara gemuruh. Seperti terjadi kebakaran. Ia takut
sekali. Tangannya terasa sakit seperti terkena sesuatu. Ia pun langsung
berlari. Sambil lari ia melihat tangannya berdarah. Nabeela terus berlari
sampai ia diselamatkan oleh para tetangga. "Saya melihat nenek saya tepat
sebelum terjadi ledakan tapi hanya sekejap karena sesudah itu gelap, tapi saya
bisa mendengar ia menjerit."
Zubeir mengungkapkan, pada hari neneknya tewas langit
cerah, dia baru saja pulang sekolah dan semua orang sudah bersemangat menjelang
Idul Adha, sementara terlihat ada pesawat berputar-putar diangkasa. Bukan
pesawat terbang, bukan helikopter, kata Zubeir, dia tahu bedanya dari bentuk
dan suaranya. "Saya yakin itu adalah sebuah drone." Ia melihat
sepasang "bola api" menembus langit biru. Setelah terjadi ledakan, suasana gelap
tertutup asap dan puing-puing. Zubeir terluka oleh pecahan peluru. Ia merasa
seperti di neraka. Banyak anggota Kongres yang menangis mendengar kisah mereka.
Tetapi para pejabat pemerintah tidak dapat berkata apa-apa, kecuali mengulangi
kata-kata Presiden mereka Barrack Obama: "Kalau kita tidak melakukan
apa-apa dalam menghadapi jaringan teroris akan terjadi korban lebih banyak lagi
- tidak hanya di kota-kota kita di Amerika dan fasilitas kami di luar negeri,
tetapi juga di tempat-tempat dimana para teroris bersarang."…………………………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar