05/10/13

MENIKAHLAH - KIAMAT MASIH JAUH


MENIKAHLAH - KIAMAT MASIH JAUH
Oleh: Jum’an

Ya! Menikahlah mumpung kiamat masih jauh. Insyaallah anak-anak, cucu dan cicit anda kelak masih dapat menikmati hidup sejahtera sampai tua. Semoga untuk seterusnya, setidak-tidaknya untuk waktu yang cukup lama.  Andapun semoga akan meninggal ketika tidur pada usia lanjut dengan tenang dan khusnul khotimah. Seandainya anda tahu bahwa dunia akan mengalami kiamat sebulan sesudah anda meninggal, apakah anda masih tetap mau menikah?  Menikahlah karena menikah itu sunnatullah; tetapi anda sadar bahwa dunia dan seisinya akan hancur lebur sebulan sesudah anda dikubur. Saat itu mungkin anak anda sedang berpraktek sebagai dokter atau menjadi guru, sedangkan cucu-cucu anda masih bersekolah. Tiba-tiba mereka dan semua manusia didunia mengalami bencana kiamat yang sangat mengerikan. Gempa 10 skala Richter, ombak setinggi pohon kelapa. Tidakkah anda merasa kasihan membayangkan anak-anak dan cucu anda dilanda tsunami atau tertimbun gunung longsor karena bumi yang memuntahkan isinya? Tidak mungkin tidak, hati menjadi kecut membayangkannya. Siapa yang sanggup hidup dengan kesadaran akan meninggal dengan tenang waktu tidur, semenatara sebulan kemudian anak-anak dan cucunya sekarat tercekik disergap maut. Makin tak berselera rasanya membayangkan kemesraan hidup berkeluarga. Lebih layak kalau anda tidak punya anak, tidak punya cucu atau tidak menikah sama sekali karena mungkin istri anda baru akan meninggal beberapa tahun sesudah anda sehingga iapun ikut terseret oleh bencana yang menakutkan itu. Mungkin sebaiknya anda batalkan saja niat pernikahan anda daripada selalu cemas nantinya.

Ya tetapi itu kan hanya seandainya. Kalau kiamat betul terjadi sebulan sesudah anda meningggal. Tetapi juga, itu berarti bahwa anda hanya dapat menikah dan hidup bahagia berdasar asumsi bahwa setelah anda mati, kehidupan orang lain akan terus berlangsung dalam waktu cukup lama. Diam-diam kita sangat memerlukan agar orang-orang lain hidup terus jika kita sudah mati nanti. Kebahagiaan kita sekarang tergantung pada keselamatan orang lain kelak sesudah kita tidak ada. Mungkin kecintaan kepada keluarga yang menyebabkan anda merasa tergantung pada keselamatan masa depan mereka. Dengan kata lain, keyakinan bahwa orang lain akan tetap hidup sesudah kematian kita merupakan jaminan kelangsungan hidup kita saat ini.

Mari kita buat seandainya yang lain, bukan kiamat sebulan sesudah anda meninggal. Tetapi seandainya kecerobohan manusia menggunakan ilmu pengetahuannya seperti rekayasa genetika, penggunaan tenaga nuklir atau apapun, menyebabkan kemandulan yang yak dapat disembuhkan pada manusia. Sejak saat itu tak ada lagi bayi lahir. Enam tahun kemudian semua sekolah TK terpaksa ditutup kerena semua anak yang ada diseluruh dunia sudah lulus TK nol besar. Enam tahun kemudian semua SD terpaksa ditutup karena tidak ada murid baru. Begitu seterusnya sehingga sehingga sekitar 20 tahun sejak terjadinya bencana kemandulan, semua fasilitas pendidikan tidak aktif lagi. Tak ada lagi Balita, tak ada lagi ABG tak ada ceria dan tangis anak-anak, tak ada lagi canda seronok anak-anak muda. Tak ada lagi orang yang baru; kitalah generasi terakhir manusia. Bayangkan kalau orang yang termuda disekitar kita umurnya 30 tahun, tidak ada lagi yang lebih muda. Semua bersama-sama menua, rapuh dan lemah lalu punah. Meskipun hewan dan tumbuh-tumbuhan masih tetap hidup. Untuk mengatasi kesedihan, kecemasan dan keputus-asaan yang terjadi mungkin sebagian orang mengisi sisa hidupnya dengan mencari kesenangan duniawi sepuas mungkin. Makan, sex, wisata serta bersenang-senang bersama keluarga. Yang lain memilih berkutat dengan urusan ukhrowi, khusuk beribadah, beramal dan pasrah kepada Gusti Alloh. Imajinasi tentang kemandulan global ini meyadarkan kita bahwa tidak adanya generasi yang baru membuat banyak hal terasa sia-sia. Meskipun tidak cemas oleh anak cucu kita yang teriksa, kita cemas semata-mata karena tidak orang-orang baru yang muncul. Bahwa semua orang tergantung pada keberadaan orang lain yang akan datang. 

Dari dua bayangan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan generasi anak-cucu sungguh penting. Sekarang saja, sebelum mereka lahir, kita sudah diberiya persekot berupa jaminan kelangsungan dan ketenagan hidup. Kepedulian kita terhadap mereka bukan saja merupakan misi melanjutkan keturunan, tetapi juga sebagai kompensasi atas jasa mereka yang sudah kita terima terlebih dulu. Maka sudah selayaknya kita berusaha melempangkan jalan untuk menyongsong kedatangan mereka. Jangan mengotori udara, jangan membabat hutan, jangan mencemari alam karena akan menyulitkan masa depan mereka kelak. Bahkan sesudah lama kita tidak ada, doa mereka masih dapat menyelamatkan kita di akhirat kelak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar