MENIKAHLAH - KIAMAT MASIH JAUH
Oleh: Jum’an
Ya! Menikahlah mumpung kiamat masih jauh. Insyaallah
anak-anak, cucu dan cicit anda kelak masih dapat menikmati hidup sejahtera
sampai tua. Semoga untuk seterusnya, setidak-tidaknya untuk waktu yang cukup
lama. Andapun semoga akan meninggal
ketika tidur pada usia lanjut dengan tenang dan khusnul khotimah. Seandainya
anda tahu bahwa dunia akan mengalami kiamat sebulan sesudah anda meninggal,
apakah anda masih tetap mau menikah?
Menikahlah karena menikah itu sunnatullah; tetapi anda sadar bahwa dunia
dan seisinya akan hancur lebur sebulan sesudah anda dikubur. Saat itu mungkin
anak anda sedang berpraktek sebagai dokter atau menjadi guru, sedangkan
cucu-cucu anda masih bersekolah. Tiba-tiba mereka dan semua manusia didunia
mengalami bencana kiamat yang sangat mengerikan. Gempa 10 skala Richter, ombak
setinggi pohon kelapa. Tidakkah anda merasa kasihan membayangkan anak-anak dan
cucu anda dilanda tsunami atau tertimbun gunung longsor karena bumi yang
memuntahkan isinya? Tidak mungkin tidak, hati menjadi kecut membayangkannya.
Siapa yang sanggup hidup dengan kesadaran akan meninggal dengan tenang waktu
tidur, semenatara sebulan kemudian anak-anak dan cucunya sekarat tercekik
disergap maut. Makin tak berselera rasanya membayangkan kemesraan hidup
berkeluarga. Lebih layak kalau anda tidak punya anak, tidak punya cucu atau
tidak menikah sama sekali karena mungkin istri anda baru akan meninggal
beberapa tahun sesudah anda sehingga iapun ikut terseret oleh bencana yang
menakutkan itu. Mungkin sebaiknya anda batalkan saja niat pernikahan anda
daripada selalu cemas nantinya.
Ya tetapi itu kan hanya seandainya. Kalau kiamat betul
terjadi sebulan sesudah anda meningggal. Tetapi juga, itu berarti bahwa anda
hanya dapat menikah dan hidup bahagia berdasar asumsi bahwa setelah anda mati,
kehidupan orang lain akan terus berlangsung dalam waktu cukup lama. Diam-diam
kita sangat memerlukan agar orang-orang lain hidup terus jika kita sudah mati
nanti. Kebahagiaan kita sekarang tergantung pada keselamatan orang lain kelak
sesudah kita tidak ada. Mungkin kecintaan kepada keluarga yang menyebabkan anda
merasa tergantung pada keselamatan masa depan mereka. Dengan kata lain,
keyakinan bahwa orang lain akan tetap hidup sesudah kematian kita merupakan
jaminan kelangsungan hidup kita saat ini.
Mari kita buat seandainya yang lain, bukan kiamat
sebulan sesudah anda meninggal. Tetapi seandainya kecerobohan manusia menggunakan
ilmu pengetahuannya seperti rekayasa genetika, penggunaan tenaga nuklir atau
apapun, menyebabkan kemandulan yang yak dapat disembuhkan pada manusia. Sejak
saat itu tak ada lagi bayi lahir. Enam tahun kemudian semua sekolah TK terpaksa
ditutup kerena semua anak yang ada diseluruh dunia sudah lulus TK nol besar.
Enam tahun kemudian semua SD terpaksa ditutup karena tidak ada murid baru.
Begitu seterusnya sehingga sehingga sekitar 20 tahun sejak terjadinya bencana
kemandulan, semua fasilitas pendidikan tidak aktif lagi. Tak ada lagi Balita,
tak ada lagi ABG tak ada ceria dan tangis anak-anak, tak ada lagi canda seronok
anak-anak muda. Tak ada lagi orang yang baru; kitalah generasi terakhir manusia.
Bayangkan kalau orang yang termuda disekitar kita umurnya 30 tahun, tidak ada
lagi yang lebih muda. Semua bersama-sama menua, rapuh dan lemah lalu punah. Meskipun
hewan dan tumbuh-tumbuhan masih tetap hidup. Untuk mengatasi kesedihan,
kecemasan dan keputus-asaan yang terjadi mungkin sebagian orang mengisi sisa hidupnya
dengan mencari kesenangan duniawi sepuas mungkin. Makan, sex, wisata serta bersenang-senang
bersama keluarga. Yang lain memilih berkutat dengan urusan ukhrowi, khusuk
beribadah, beramal dan pasrah kepada Gusti Alloh. Imajinasi tentang kemandulan
global ini meyadarkan kita bahwa tidak adanya generasi yang baru membuat banyak
hal terasa sia-sia. Meskipun tidak cemas oleh anak cucu kita yang teriksa, kita
cemas semata-mata karena tidak orang-orang baru yang muncul. Bahwa semua orang
tergantung pada keberadaan orang lain yang akan datang.
Dari dua bayangan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan
generasi anak-cucu sungguh penting. Sekarang saja, sebelum mereka lahir, kita
sudah diberiya persekot berupa jaminan kelangsungan dan ketenagan hidup.
Kepedulian kita terhadap mereka bukan saja merupakan misi melanjutkan
keturunan, tetapi juga sebagai kompensasi atas jasa mereka yang sudah kita
terima terlebih dulu. Maka sudah selayaknya kita berusaha melempangkan jalan untuk
menyongsong kedatangan mereka. Jangan mengotori udara, jangan membabat hutan,
jangan mencemari alam karena akan menyulitkan masa depan mereka kelak. Bahkan
sesudah lama kita tidak ada, doa mereka masih dapat menyelamatkan kita di
akhirat kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar