MENYINGKAP
KERUDUNG – MENGUNDANG GEMPA
Oleh:
Jum’an
Dr. Ir. Munasri dan
Dr. Eko Yulianto adalah peneliti geologi dari Puslit Geoteknologi
LIPI, lulusan Universitas Tsukuba Jepang dan Universitas Hokkaido.
Mereka berdua telah menulis sebuah buku setebal 36 halaman yang berjudul “Bumiku
Seperti Kerupuk di atas Bubur”. Buku terbitan LIPI itu dimaksudkan
untuk menyebarluaskan pengetahuan dan kesiap-siagaan menghadapi gempa bumi dan
tsunami kepada masyarakat. Kita dapat membacanya langsung dengan meng-click
judul diatas atau memperolehnya gratis dengan menghubungi penulisnya. Kita
dapat memahami mekanisme dan mengapa gempa bumi terjadi dari buku yang dibuat sesederhana
mungkin, dengan ilustrasi, foto, dan warna-warna yang menarik, untuk konsumsi pelajar,
guru maupun pembaca umum. Salut bagi kedua putera bangsa itu. Atau anda dapat memahami
banyak hal tentang gempa bumi melalui situs Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Tetapi meskipun kita
sudah tahu bahwa kulit bumi itu ibarat kerupuk diatas bubur yang labil, dan
sebagian orang tinggal di daerah rawan gempa, kita selalu bertanya-tanya: “Apakah
gempa, tsunami dan bencana lainnya merupakan hukuman Tuhan bagi manusia karena banyak
melanggar kehendakNya?”
Pada 16 April 2013 gempa 7,8 Skala Richter mengguncang
Iran, menewaskan 34 orang, jutaan dolar kerusakan
dan banyak korban luka dan cedera. Iran adalah satu diantara Negara rawan gempa
dan gempa kali ini terjadi akibat pergeseran lempeng Arab dibawah lempeng
Eurasia. Pernyataan yang tidak diduga-duga diucapkan oleh Hojatoleslam
Kazem Sedighi seorang ulama senior Iran. Ia menyatakan dalam
khotbah Jum’atnya di Tehran bahwa wanita yang berpakaian tidak sopan dan
berperilaku sembarangan yang harus dipersalahkan atas terjadinya gempa
tersebut. Ia berkata: "Banyak wanita yang tidak berpakaian dengan sopan
... menyebabkan pemuda sesat, merusak kesucian mereka dan menyebarkan
perzinahan didalam masyarakat, yang meningkatkan terjadinya gempa bumi".
Wanita Iran memang diwajibkan untuk berpakaian tertutup dari kepala sampai
kaki, tetapi banyak dari mereka terutama kaum mudanya, mengabaikan peraturan itu
dengan mengenakan pakaian yang ketat dan kerudung ditarik kebelakang untuk menunjukkan
bentuk tubuh dan keindahan rambut mereka. "Apa yang bisa kita lakukan
untuk menghindari terkubur di bawah reruntuhan gempa?" tanya Sedighi dalam
khotbahnya. "Tidak ada solusi lain kecuali berlindung dan menyesuaikan
hidup kita dengan moral Islam". Kalau wanita harus bertanggung-jawab atas
gempa, bagaimana dengan letusan gunung, banjir dan global warming? Mudah diduga
bahwa pernyataan seperti itu menyakitkan hati banyak kaum hawa disana.
Jadi apakah gempa merupakan
hukuman Tuhan
karena manusia banyak melanggar kehendakNya? Entah hanya kadang-kadang demikian,
atau sekedar contoh dalam sejarah sebagai peringatan atau setiap gempa adalah
hukuman terhadap dosa-dosa manusia, tetapi
dalam Al-Qur’an (dan kitab-kitab suci agama samawi yang lain) memang disebutkan
demikian seperti kaum
Nabi Luth yang mengalami gempa besar karena perilaku homosex mereka
yang merajalela. Kaum Nabi Nuh yang mengalami banjir besar karena mengingkari
dan mempermainkan utusan Allah. Disamping gempa dan banjir, disebutkan juga tentang
angin yang dahsyat, udara yang sangat panas, karena manusia menolak untuk
beriman, menyembah berhala, menipu, hubungan sesama jenis dll.
Sebagian
kaum Yahudi percaya bahwa segala sesuatu merupakan ungkapan dari kehendak
Tuhan. Bumi dan semua isinya adalah suatu kesatuan organik; setiap perbuatan,
baik ataupun buruk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh Tuhan. Jadi jika kita
berdosa, Tuhan bereaksi dan itu mungkin berarti gempa bumi atau kelaparan atau
tentara yang menyerang. Apapun yang terjadi mencerminkan perilaku kita dan
kehendak Tuhan. Ini sejalan dengan
pemikiran sebagian kaum Nasrani yang berpendapat bahwa serangan terhadap gedung
WTC 11 September 2001 di New York adalah akibat toleransi Amerika terhadap perkawinan
sejenis, aborsi, feminis dan lesbian dan pendapat sebagian kita bahwa bencana
tsunami Aceh 2004 disebabkan kebejatan moral rakyat Indonesia. Bahkan ada
orang-orang Yahudi sendiri yang percaya bahwa “Holocaust adalah hukuman bagi bangsa
Yahudi yang mencoba-coba reformasi
Yudaisme di Jerman”. Rabbi Yehuda Levin (60 th) seorang pendeta Yahudi yang terkenal anti
homoseks dari Brookliyn New York mengatakan bahwa gempa besar di Pantai Timur
AS 2011 disebabkan Tuhan
marah atas merebaknya homoseksualitas di Amerika. Kitab Talmud Yerusalem
telah menyatakan:
“You have shaken your male member in a
place where it doesn’t belong. I too will shake the earth”. Ia yakin bahwa
perilaku homosex adalah penyebab spiritual dari gempa bumi.
Tetapi sebagian lain kaum Yahudi lebih mempercayai Musa ibn
Maimun (Maimonides) seorang pendeta Yahudi dan filosof jaman pertengahan. Ia
berpendapat bahwa gempa bumi dan bencana alam lainnya adalah manifestasi dari
sifat sementara dari dunia materi. Kita tidak dan tidak dapat mengendalikannya,
menghentikannya, atau mengubah peristiwa yang terjadi secara alamiah tersebut.
Apa yang dapat kita lakukan adalah menggunakan "kearifan" untuk
mengurangi kerusakan yang akan disebabkan.
Mengapa ada rasa enggan di hati saya untuk meyakini bahwa gempa
bumi dizaman sekarang dimaksudkan Allah untuk menghukum kita, dan lebih sulit
lagi untuk mempercayai bahwa menyingkap kerudung mengundang gempa? Mengapa saya
lebih suka dengan Pak Munasri dan Pak Eko dengan kerupuk diatas buburnya? Dan bahkan
membenarkan Musa ibn Maimun? Tetapi saya
yakin bahwa Al-Qur’an adalah sabda Allah SWT dan benar, meskipun pemahaman saya terlalu dangkal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar