GERAKAN BERBURU ANAK YATIM
Oleh: Jum’an
Konon sejak aktris cantik Angelina Jolie
mengadopsi Zahara anak Ethiopia, jumlah orang Amerika yang mengadopsi anak
Ethiopia melonjak empat kali lipat. Mereka terpaksa berurusan dengan agen-agen
oportunis karena tidak adanya aturan yang jelas. Disana ada 5 juta anak yatim
dan di Amerika ada jutaan keluarga yang butuh anak angkat. Adopsi internasional
yang mereka anggap sebagai solusi ideal untuk negeri miskin seperti Ethiopia,
ternyata penuh masalah. Banyak orang tua angkat curiga atau menemukan anak yang
baru mereka adopsi bukanlah anak yatim. Anak itu mungkin juga memiliki sederet
masalah kesehatan yang ditutup-tutupi oleh para pejabat korup. Keluarga yang
melepaskan juga mungkin telah ditipu menyerahkan mereka melalui cara yang tak
berperasaan. Kantor berita Australia ABC yang menelusuri adopsi di Ethiopia mengisahkannya sebagai
tragis, memyedihkan dan menunjukkan kekejaman bisnis adopsi internasional dalam
memburu keuntungan. Selama dekade terakhir, banyak orang Amerika bersemangat
untuk mengadopsi anak anak dari negara-negara miskin atau bermasalah seperti
negara-negara bekas blok Soviet, Nepal, Uganda, Korea, Vietnam, Guatemala,
China dan Rusia. Ketiga yang terakhir ini, pada 2005 merupakan pemasok 85% anak
angkat untuk Amerika! Sayang banyak orang Barat tak tahu betapa adopsi
intrnasional sangat menyedihkan di beberapa negara. Adopsi internasional telah
menjadi ranah Wild
West, yang bebas dari hukum, peraturan, atau pengawasan yang berarti. Biaya
adopsi seorang bayi mencapai 25.000 sampai 50.000 dollar Amerika. Uang sebanyak
itu – kali sekian ribu - telah menyebabkan kasus korupsi di banyak negara. Jutaan
dolar itu sebagian digunakan untuk usaha tak bermoral seperti membeli, menipu,
memaksa, dan kadang-kadang bahkan menculik anak-anak dari keluarga yang
mencintai dan akan membesarkan mereka.
Akibat maraknya skandal dan korupsi, adopsi
internasional oleh Amerika telah menurun hampir 60 persen dari puncakya
pada 2004. Beberapa tahun lalu, Rusia merasa benar-benar tersinggung ketika
seorang ibu angkat dari Amerika mengembalikan anak Rusia umur 7 tahun sendirian
dalam pesawat dari Tennesee ke Moskow hanya dibekali tulisan "Saya tidak
ingin lagi mengasuh anak ini.” Insiden ini dan berbagai skandal lainnya membuat
Rusia dan negara-negara pemasok utama termasuk Korea Selatan, Cina, Guatemala
semuanya mengurangi izin adopsi oleh Amerika.
Pada 17 Mei 2013 sekitar 500 orang tua angkat dari 37
negara bagian Amerika mengadakan “Pawai
Menyongsong Anak Yatim” (Step Forward for Orphans March)" di
Washington. Pawai penuh semangat ini diadakan oleh kelompok “Both Ends Burning”
untuk memprotes peraturan yang mereka anggap tidak adil dan menghambat proses
adopsi internasional. Mereka menuntut agar jumlah anak yang memasuki AS untuk
diadopsi dinaikkan 5 kali lipat, perubahan dramatis dari tingkat adopsi yang
terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Pimpinan mereka Craig Juntunen
berkata: "Sekarang ini proses adopsi terlalu ketat, birokratis berantakan,
kita benar-benar menghalangi keluarga dan anak-anak berkumpul bersama-sama.
(Seolah-olah anak- anak luar negri sudah menjadi keluarga mereka!) Ini
gila." Pawai itu, katanya, adalah awal dari "gerakan sosial yang tak
akan terbendung" yang akan "menggalang tuntutan sosial dan politik
untuk mengeluarkan anak-anak yatim dari panti asuhan masuk ke dalam
keluarga." Menurun drastisnya adopsi Amerika juga membuat mereka ingin
merubah citra adopsi menjadi sesuatu yang lebih diminati dan orang rela
melepaskan anaknya untuk diadopsi. FRC sebuah
organisasi Kristen menyarankan untuk mengubah bahasa mengenai adopsi untuk
menyajikan adopsi sebagai heroik, tidak egois, penuh kasih dan matang - dan
sebaliknya, menggambarkan ibu-ibu muda atau belum menikah yang memilih untuk mengasuh
sendiri anak-anak mereka sebagai belum matang dan egois
Menurut Kathryn Joice, dalam Huffington
Post 9 Juni menuliskan bahwa Pawai Menyongsong Anak Yatim dan usulan pengubahan
istilah adopsi adalah bagian dari Gerakan Adopsi Kristen. Sejak tahun 2000an,
sejumlah pemimpin Kristen Protestan Amerika yang termotivasi oleh gagasan bahwa
ada ratusan juta anak yatim di dunia, dan bahwa orang Kristen dipanggil oleh Allah
untuk merawat mereka, mulai meniup terompet bahwa adopsi dan perawatan anak
yatim adalah panggilan khas Kristen. Adopsipun menjadi semacam badai pendorong
bagi banyak orang Kristen Amerika. Para pemimpin penginjil menyusun theologi
adopsi: “Kita mengadopsi anak-anak, sama seperti Allah telah mengadopsi kita.” Gerakan
keagamaan yang bagi mereka beriktikad baik ini ternyata bermasalah. Sebagai
efek samping dari ribuan umat Kristen yang baru dibangkitkan untuk mengadopsi,
terjadilah bottleneck tak terduga: makin banyak calon pengadopsi yang
mengantri, tingkat adopsi domestik maupun internasional malah menurun drastis.
Baik adopsi bayi domestik yang lahir dari ibu yang tidak menikah atau anak
yatim di luar negeri, tampaknya terlalu sedikit yang dapat diadopsi untuk
memenuhi permintaan calon orang tua angkat yg meroket. Ternyata ada kekeliruan
yang mendasar tentang anak yatim. UNICEF mendefinisikan yatim
sebagai anak yang telah kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya. Dengan
definisi ini ada 132 juta anak yatim di Afrika, Asia dan Amerika Latin 2005.
Mereka bukan hanya anak-anak yang kehilangan kedua orang tua, tapi termasuk
yang tak ber-ayah tetapi ibunya masih hidup atau tak ber-ibu tetapi ayahnya
masih hidup. Dari 132 juta anak yang diklasifikasi sebagai yatim, hanya 13 juta
yang benar-benar kehilangan kedua orang tuanya. Jadi bahwa ada 210 juta anak
yatim dunia yang menunggu adopsi tidak benar.
Tingkat adopsi domestik juga menurun. Dulu, sebelum
aborsi disahkan atau orang tua tunggal diterima, banyak wanita yang hamil yang
tak terduga cenderung melepaskan bayinya untuk diadopsi; sekarang jumlah
tersebut menurun tinggal 1% saja. Menurut Kelompok konservatif FRC, semua anak
yang lahir dari ibu yang tidak menikah secara de facto adalah "anak
yatim" yang tersedia untuk diadopsi (definisi dari alkitab kata mereka). Masalah
lainnya, upaya untuk meningkatkan angka adopsi tampaknya lebih merupakan
keinginan calon orang tua angkat. Permintaan adopsi terus meningkat, bukan hanya
datang dari pasangan yang mandul tetapi juga demi panggilan Tuhan!
Menurut Kathryn Joice, Gerakan Adopsi Kristen perlu
memahami bahwa krisis yang sebenarnya bukanlah soal anak yatim tetapi masalah
kemiskinan, pembangunan yang buruk dan kurangnya infrastruktur kesejahteraan
anak yang membuat banyak keluarga terpaksa menitipkan anaknya ke panti asuhan,
sementara belum mampu membesarkan sendiri. Realitas itu sangat jelas terlihat
di negara-negara berkembang, tapi sulit didengar ditelinga banyak orang tua
angkat - khususnya oleh anggota Gerakan Adopsi Kristen. Tetapi jika mereka
benar-benar memaksudkan adopsi menjadi sesuatu yang lebih menolong daripada
menyakitkan, mereka perlu mempertimbangkan bagaimana sistem dan keyakinan
mereka tentang adopsi dapat ditinjau kembali.
Professor
David Mark Smolin, seorang pakar hukum dari Alabama, menulis sebuah risalah
yang mengkritik bahwa analisa teologis dan penafsiran kitab suci yang mendasari
gerakan adopsi Kristen adalah jelas-jelas sangat keliru. Berdasarkan pada
standar, metode, dan pra-anggapan yang dianut bersama secara luas oleh para pendeta Kristen dalam
menganalisa kitab suci dan teologi, maka analisa khusus gerakan adopsi Kristen
tentang konsep-konsep seperti "adopsi" dan "anak yatim" benar-benar
kurang sempurna dan telah menghasilkan kesimpulan yang telah terbukti keliru.
Dan bahwa kesalahan dari analisa Kitab Suci dan Teologi ini, kini menghasilkan
praktek-praktek yg dalam istilah-istilah agama disebut "berdosa" dan
dalam bahasa yang lebih sekular bisa disebut eksploitatif. Kritik teologis David Smolin
itu dapat diunduh sisini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar