Oleh: Jum’an
Agama-agama samawi Islam, Nasrani dan Yahudi ketiganya
mengakui bahwa hari kiamat akan terjadi. Dunia dan seisinya akan hancur,
manusia akan diadili dan alam yang baru akan dimulai. Tetapi tidak disebutkan
kapan akan terjadi, kecuali dalam bentuk lambang dan tamsil. Dalam Qur’an Surat
al-A’raf dijelaskan bahwa pengetahuan tentang kiamat haya ada disisi Allah. Tak
seorang pun yang tahu kapan akan datangnya kecuali Dia. Mungkin itulah sebabnya
kita jarang mendengar ramalan hari kiamat dari alim-ulama Islam. Benjamin
Radford, kolumnis Live Science mencatat
11 ramalan kiamat yang gagal dari 1806 – 1900 - 2011 yang kebanyakan berasal dari para
pendeta, ahli astronomi dan peramal seperti Nostradamus. Ramalan kiamat 21
Desember 2012 yang juga gagal tidak berasal dari tokoh atau perspektif agama,
tetapi dari salah penafsiran tentang berakhirnya kalender jangka panjang suku
Maya oleh orang-orang masa kini. Prasasti
suku Maya tidak menuliskan ramalan akan datangnya kiamat. Bermacam-macam
sikap orang menanggapi ramalan kiamat dari yang ketakutan dan membuat bunker
bawah tanah sampai yang tidak peduli, tergantung siapa dan seberapa kuat
karisma sang peramal. Setelah ramalan tak terbukti, reaksi orangpun beragam; kebanyakan
orang yang percaya merasa bergembira, sebagian lain tidak percaya lagi dengan
segala jenis ramalan, dan ada pula yang (anehnya) makin percaya dan justru meyakini
bahwa kiamat itu dibatalkan Tuhan karena doa mereka; seperti yang pernah saya
kutip dalam tulisan saya “Kiamat Sudah
Dekat”
Stephen Kent, soiolog dari Universitas Alberta
mengatakan dampak kiamat yang gagal
21-12-12 lalu dapat menyebabkan
penganut setia ramalan itu menderita trauma. Ini karena mereka
menganggap hari itu akan menjadi arena pergulatan manusia melawan maut.
Orang-orang yang percaya biasanya yakin pada akhirnya mereka akan menang, baik
karena diselamatkan Tuhan atau karena berhasil mambuat perlindungan yang kuat.
Mereka memprediksi bahwa pengetahuan khusus mereka akan memungkinkan mereka
bertahan hidup, bahwa mereka akan lolos dari maut sementara orang lain belum
tentu. Kemenangan yang mereka idam-idamkan terpaksa pupus karena pertandingan
yang akan mereka menangkan ternyata batal. Pantas bila mereka merasa kecewa sampai
menderita trauma.
Demikian pula perangkap yang dialami penganut aliran
agama yang terlalu fanatik. Mereka merasa bangga karena yakin bahwa mereka
lebih berhak memiliki Allah dan sorganya dari pada orang lain. Orang yang taat
dan khusuk seharusnya bersikap lemah lembut karena sadar bahwa mereka adalah milik
Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Memiliki adalah status yang lebih
tinggi daripada dimiliki; dan secara tersirat kita tahu penganut aliran fanatik
berkeyakinan bahwa Allah dapat mereka monopoli dan berpihak kepada mereka. Ini
adalah kesempitan hati yang menyamar sebagai ketaatan beragama. Sikap memonopoli
Allah, tanpa mereka sadari telah melambungkan ego mereka manjadi takabur dan sekaligus
mengecilkan arti kebesaran Allah. Kita menengarai adanya orang-orang seperti
itu. Seolah-olah merekalah pemilik sorga (nauzubillah). Mereka selalu
manganggap bencana alam sebagai azab Allah bagi umat yang berdosa dan cenderung
memandangnya sebagai sesuatu yang positip. Mereka meyakini bahwa Allah menghukum
rakyat Aceh dengan tsunami karena telah mengotori serambi Mekah itu dengan kemusyrikan
dan kemunafikan. Kalau ada ramalan bencana alam yang gagal, tidak mustahil
mereka merasa menyesal karena kehilangan kesempatan menyaksikan Allah menyiksa para
pendosa. Wallohu a’lam bissawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar